Ringkasan Khotbah : 30 April 2004 |
|
||
Signifikansi Pengajaran Gereja:
Katekismus & Pimbinaan Gereja
|
|||
Nats: 1 Tim. 4:
15-16
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno
|
|||
Semasa hidupnya Socrates pernah mengatakan bahwa
orang yang hidupnya tidak pernah teruji, maka orang itu tidak layak hidup
karena hidupnya adalah sampah. Jadi ketika kita ingin memiliki hidup yang
bernilai, kita tidak dapat membangun dan menguji nilai itu berdasarkan diri
kita sendiri tetapi nilai itu harus berasal dari luar, diuji dan dan
ditetapkan dari luar diri kita. Kalau kita mengukur dan menetapkan nilai
diri kita sendiri, maka nilai tersebut tidak mungkin sah karena kita sedang
menilai diri kita sendiri tanpa standar yang jelas dan itu adalah sebuah
kebodohan yang sangat besar.
Salah seorang di sebuah radio pernah bertanya,
jumlah sekolah di Surabaya saja terus bertambah banyak tetapi kenapa
orang-orang yang bejat juga bertambah banyak? Itu karena banyak manusia yang
sewaktu sekolah tidak pernah diajari hidup yang beres, banyak pengajar dan
sekolah yang sama sekali tidak memiliki standar. Sebaliknya dengan pola
hidup yang tinggi dan memiliki semangat untuk semakin hidup suci dan kudus
akan membuat hidup seseorang memiliki kemuliaan sehingga selalu dihormati
oleh orang lain. Jadi kalau sekali waktu ada yang melecehkan kita, kita
perlu mengevaluasi diri kita karena mungkin kita pantas untuk dilecehkan.
Lantas dimanakah kita bisa mendapatkan kebenaran
yang begitu agung? Dimanakah kita bisa belajar sehingga kita bisa memiliki
standar yang semakin lama semakin tinggi? Paulus menasehati Timotius untuk
selalu memperhatikan dan menguji semua aspek hidupnya sehingga kemajuan
dirinya bisa terlihat nyata oleh semua orang. Suatu kualitas hidup yang
semakin tinggi tidak mungkin bisa disembunyikan, dengan kalimat lain semua
orang bisa melihat perubahan hidup yang semakin baik. Dan ketika orang lain
melihat hidup seperti itu, mereka akan merasa enggan untuk mempermainkan dan
menghina. Di dalam perikop yang kita baca pada hari ini, Tuhan mengajarkan 2
hal kepada kita untuk memiliki hidup yang berkualitas, yaitu agar kita
senantiasa mengawasi diri kita dan juga ajaran kita.
Inilah yang seharusnya juga menjadi tugas gereja
di dalam mendidik kita. Mazmur mengatakan agar kita selalu menjaga kelakuan
kita sesuai dengan Firman Tuhan. Dengan menggunakan sarana apa? Gereja
memiliki 3 tugas, yaitu: untuk bersaksi (marturia), sebagai persekutuan
(koinonia), dan pelayanan (diakonia). Gereja harus menjadi wadah sehingga di
situ terdapat banyak jemaat yang bersekutu dengan saudara seiman sehingga
mereka memiliki kehidupan yang bisa menjadi saksi nyata di tengah dunia.
Setelah marturia dan koinonia berjalan dengan baik, maka itu pasti
mengakibatkan diakonia kita juga berjalan dengan baik. Diakonia bukan
sekedar menyumbangkan sembako tetapi semua aktivitas pelayanan kita di
gereja. Pelayanan juga berbeda dengan pekerjaan karena kalau kita bekerja,
maka kita akan menerima upah, tetapi pelayanan adalah sebuah pengabdian diri
sebagai upah atas anugerah Tuhan yang sudah begitu besar kepada kita. Jadi
orang yang tidak sadar berapa banyak dosanya dan pengorbanan Tuhan di kayu
salib, maka dia tidak akan pernah mengerti tentang pelayanan. Seandainya
kalau orang seperti ini melayanipun, dia akan mengerjakannya seperti sedang
berbisnis, segala sesuatu dihitung untung ruginya. Lalu bagaimana kita
membedakan antara profesional dengan pelayanan? Itulah fungsinya kita
mempelajari aspek pengajaran gereja.
Jangan berpikir kalau belajar secara sederhana.
Kalau belajar hanya sebatas menambah informasi itu berarti bukan belajar
yang sesungguhnya karena di situ tidak terdapat proses pembelajaran sehingga
tidak terjadi perubahan di dalam hidup kita. Belajar yang sekedar menambah
informasi tidak pernah terdapat sebuah interaksi. Maka di sini setiap jemaat
yang mau belajar perlu sebuah sarana, yaitu katekisasi.
Katekisasi adalah studi mengenai kebenaran
Firman Tuhan dengan bentuk tanya-jawab. Pada waktu kebaktian umum di hari
minggu setiap jemaat tidak diperbolehkan bertanya dan berkomentar karena di
situ hamba Tuhan sebagai wakil Allah sedang memberitakan Firman sehingga
kalau kita ada masalah, kita bisa bertanya dan berdiskusi di kelas
katekisasi. Di sisi yang lain katekisasi juga diperlukan karena kita sadar
bahwa khotbah sejam di kebaktian minggu tidaklah cukup untuk memenuhi
kebutuhan rohani kita, apalagi kita berada di dalam posisi yang pasif
sehingga kurang mendukung untuk proses belajar. Banyak pula jemaat yang
merasa malas untuk belajar di gereja padahal rajin di dunia. Mereka akan
rela mengejar apa yang ada di dunia selama itu cocok dengan sifat dosa
mereka tetapi mereka tidak pernah mau mengejar apa yang ada di gereja.
Memang susah untuk mengawasi diri dan ajaran
kita, tetapi di situlah proses belajar yang benar. Dan untuk itu gereja
memberikan katekisasi dan katekismus. Ada beberapa alasan kenapa katekisasi
bisa digunakan sebagai wadah untuk belajar dan salah satunya adalah karena
katekisasi menjadi bukti iman Kristen mempunyai satu kekuatan pengajaran
yang bersifat kritis. Inilah yang menjadi keunggulan iman Kristen tetapi
sayangnya, banyak gereja yang sekarang mulai membuang kelas katekisasi
sehingga setiap orang bisa dibaptis tanpa terlebih dahulu mengerti iman
Kristen yang benar, yang penting percaya. Ini adalah alasan yang sangat
bodoh karena kalau begitu apa bedanya kita dengan setan? Setan kan juga
percaya bahwa Yesus adalah juru selamat, lalu kenapa kita diselamatkan
tetapi setan tidak? Jadi hanya percaya tidak menyelesaikan masalah, tetapi
apa yang kita percayai dengan apa yang setan percayai harus berbeda, bukan
sama!
Lalu bedanya di mana? Kenapa perbedaan itu bisa
menyelamatkan? Yesus yang kita percayai pun harus dipertanyakan karena
Alkitab menulis ada berbagai macam versi Yesus. Marilah sama-sama
mendefinisikan Allah, maka tidak mungkin ada satupun orang yang tulisannya
sama dengan tulisan orang lain karena kita bukan berbicara tentang sebuah
benda mati tetapi Allah yang hidup. Sudahkah kita benar-benar mengenal Allah
yang selama ini kita percayai? Perasaan mengenal dengan betul-betul mengenal
antar pribadi tentu berbeda.
Melalui kelas katekisasi kita bisa belajar
konsep pengertian mengenai Allah, diri, gereja, iman Kristen, dll sehingga
iman Kristen bukanlah iman yang fanatik tetapi bisa dipertanggung jawabkan
secara kritis. Di dalam 1Petrus 3:15 tertulis bahwa kita harus selalu
bersiap sedia apabila ada seseorang yang meminta pertanggung jawaban dari
iman yang kita percayai. Kelas katekisasi menjadi wadah untuk belajar
sehingga kita bisa menjelaskan kenapa setiap manusia harus percaya hanya
kepada Yesus agar dirinya bisa diselamatkan. Ini adalah masalah yang sangat
serius karena Kekristenan bukanlah salah satu dari banyak jalan tetapi
satu-satunya jalan!
Pertama, untuk mengawasi ajaran kita.
Banyak gereja yang semakin lama menjadi kacau karena tidak adanya katekisasi
sehingga begitu banyak ajaran yang simpang siur. Ada yang katanya sudah
bertobat tetapi ternyata dia sama sekali belum bertobat. Maka tanpa adanya
katekisasi orang seperti ini suatu waktu kalau naik menjadi majelis bisa
menghancurkan gereja tersebut. Setelah mengikuti katekisasi seharusnya juga
terdapat percakapan pribadi dengan hamba Tuhan untuk melihat sejauh mana
kita mengerti dan memiliki paham yang sama mengenai segala aspek iman
Kristen. Melalui katekisasi kita bukan dituntut untuk menjadi ahli tetapi
kita mengerti apa yang benar sesuai dengan porsinya.
Kedua, untuk mengawasi diri kita. Semua
pengetahuan dan pengertian yang benar tidak akan bermanfaat apapun kecuali
semuanya itu terimplikasi kedalam diri kita. Tuhan bukan hanya menuntut kita
agar tambah pintar saja tetapi juga menuntut adanya perubahan hidup kita.
Tentu Tuhan tidak menuntut kita menjadi sempurna tetapi kita dituntut supaya
bertumbuh secara berkelanjutan atau terus-menerus di dalam proses dan di
dalam proses itu ada perubahan hidup yang semakin baik. Jangan menjadi orang
yang otaknya banyak isinya tetapi semuanya tidak selaras dengan hidup dan
tingkah lakunya.
Di dalam Firman Tuhan terdapat 3 tahap proses
pembelajaran, yaitu: menerima informasi sebanyak mungkin, menghubungkan
semua informasi tersebut dengan diri kita, dan implikasikan semua pengertian
itu dengan kehidupan nyata. Sering kali orang yang tidak bisa menghubungkan
semua informasi dengan dirinya sendiri sehingga hanya mampu menjelaskan
pikiran orang lain tetapi dirinya sendiri tidak mengerti. 3 tahap ini
digambarkan dengan jelas oleh percakapan petrus dengan Yesus. Setelah Yesus
bertanya siapakah diri-Nya menurut banyak orang, Yesus bertanya siapakah
diri-Nya menurut Petrus sendiri. Dan setelah Petrus mengenal Yesus, maka
Yesus menuntut agar Petrus menyangkal dirinya, memikul salib, dan mengikuti
diri-Nya. Jadi selain katekisasi sebagai wadah pertama untuk belajar ajaran
yang benar, katekisasi juga menjadi wadah pertama bagi perubahan hidup kita.
Dan yang ketiga, agar kita selalu
bertekun di dalam semuanya itu. Di sini katekisasi menjadi wadah pertama
apologia kita, yaitu pertahanan iman kita. Setiap kebenaran yang kita
pelajari di dalam kelas katekisasi seharusnya membuat iman kita semakin
tidak tergoyahkan oleh berbagai macam ajaran dan permainan palsu manusia di
dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef 4:14). Memang katekisasi tidak
menyelesaikan semua problematika kita tetapi katekisasi bisa menjadi basis
untuk melangkah lebih jauh. Harus ada pertanggung jawaban terhadap kualitas
kita di titik minimum sehingga kita bisa dibaptis dan mengaku di depan
jemaat bahwa “Aku adalah orang Kristen.” Akhirnya dari sini kita mengerti
bahwa sebenarnya katekisasi bukanlah sebuah pilihan melainkan kewajiban bagi
setiap gereja untuk mengadakannya. Amin.
Diposting Oleh : eki kawamasi
|
Jumat, 15 Juni 2012
Ringkasan Khotbah (Signifikansi Pengajaran Gereja: Katekismus & Pimbinaan Gereja)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
The Best Casinos in the UK for 2021 - Casino Sites
BalasHapusCasino Sites UK – What 에그 벳 Makes 실시간 배팅 사이트 a Good Casino? — pci e 슬롯 What Makes a Good 임요환 포커 Casino? — What 슬롯머신 Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino