Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (Signifikansi Pengajaran Gereja: Katekismus & Pimbinaan Gereja)

Ringkasan Khotbah : 30 April 2004
Signifikansi Pengajaran Gereja: Katekismus & Pimbinaan Gereja
Nats: 1 Tim. 4: 15-16
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Semasa hidupnya Socrates pernah mengatakan bahwa orang yang hidupnya tidak pernah teruji, maka orang itu tidak layak hidup karena hidupnya adalah sampah. Jadi ketika kita ingin memiliki hidup yang bernilai, kita tidak dapat membangun dan menguji nilai itu berdasarkan diri kita sendiri tetapi nilai itu harus berasal dari luar, diuji dan dan ditetapkan dari luar diri kita. Kalau kita mengukur dan menetapkan nilai diri kita sendiri, maka nilai tersebut tidak mungkin sah karena kita sedang menilai diri kita sendiri tanpa standar yang jelas dan itu adalah sebuah kebodohan yang sangat besar.
Salah seorang di sebuah radio pernah bertanya, jumlah sekolah di Surabaya saja terus bertambah banyak tetapi kenapa orang-orang yang bejat juga bertambah banyak? Itu karena banyak manusia yang sewaktu sekolah tidak pernah diajari hidup yang beres, banyak pengajar dan sekolah yang sama sekali tidak memiliki standar. Sebaliknya dengan pola hidup yang tinggi dan memiliki semangat untuk semakin hidup suci dan kudus akan membuat hidup seseorang memiliki kemuliaan sehingga selalu dihormati oleh orang lain. Jadi kalau sekali waktu ada yang melecehkan kita, kita perlu mengevaluasi diri kita karena mungkin kita pantas untuk dilecehkan.
Lantas dimanakah kita bisa mendapatkan kebenaran yang begitu agung? Dimanakah kita bisa belajar sehingga kita bisa memiliki standar yang semakin lama semakin tinggi? Paulus menasehati Timotius untuk selalu memperhatikan dan menguji semua aspek hidupnya sehingga kemajuan dirinya bisa terlihat nyata oleh semua orang. Suatu kualitas hidup yang semakin tinggi tidak mungkin bisa disembunyikan, dengan kalimat lain semua orang bisa melihat perubahan hidup yang semakin baik. Dan ketika orang lain melihat hidup seperti itu, mereka akan merasa enggan untuk mempermainkan dan menghina. Di dalam perikop yang kita baca pada hari ini, Tuhan mengajarkan 2 hal kepada kita untuk memiliki hidup yang berkualitas, yaitu agar kita senantiasa mengawasi diri kita dan juga ajaran kita.
Inilah yang seharusnya juga menjadi tugas gereja di dalam mendidik kita. Mazmur mengatakan agar kita selalu menjaga kelakuan kita sesuai dengan Firman Tuhan. Dengan menggunakan sarana apa? Gereja memiliki 3 tugas, yaitu:  untuk bersaksi (marturia), sebagai persekutuan (koinonia), dan pelayanan (diakonia). Gereja harus menjadi wadah sehingga di situ terdapat banyak jemaat yang bersekutu dengan saudara seiman sehingga mereka memiliki kehidupan yang bisa menjadi saksi nyata di tengah dunia. Setelah marturia dan koinonia berjalan dengan baik, maka itu pasti mengakibatkan diakonia kita juga berjalan dengan baik. Diakonia bukan sekedar menyumbangkan sembako tetapi semua aktivitas pelayanan kita di gereja. Pelayanan juga berbeda dengan pekerjaan karena kalau kita bekerja, maka kita akan menerima upah, tetapi pelayanan adalah sebuah pengabdian diri sebagai upah atas anugerah Tuhan yang sudah begitu besar kepada kita. Jadi orang yang tidak sadar berapa banyak dosanya dan pengorbanan Tuhan di kayu salib, maka dia tidak akan pernah mengerti tentang pelayanan. Seandainya kalau orang seperti ini melayanipun, dia akan mengerjakannya seperti sedang berbisnis, segala sesuatu dihitung untung ruginya. Lalu bagaimana kita membedakan antara profesional dengan pelayanan? Itulah fungsinya kita mempelajari aspek pengajaran gereja.
Jangan berpikir kalau belajar secara sederhana. Kalau belajar hanya sebatas menambah informasi itu berarti bukan belajar yang sesungguhnya karena di situ tidak terdapat proses pembelajaran sehingga tidak terjadi perubahan di dalam hidup kita. Belajar yang sekedar menambah informasi tidak pernah terdapat sebuah interaksi. Maka di sini setiap jemaat yang mau belajar perlu sebuah sarana, yaitu katekisasi.
Katekisasi adalah studi mengenai kebenaran Firman Tuhan dengan bentuk tanya-jawab. Pada waktu kebaktian umum di hari minggu setiap jemaat tidak diperbolehkan bertanya dan berkomentar karena di situ hamba Tuhan sebagai wakil Allah sedang memberitakan Firman sehingga kalau kita ada masalah, kita bisa bertanya dan berdiskusi di kelas katekisasi. Di sisi yang lain katekisasi juga diperlukan karena kita sadar bahwa khotbah sejam di kebaktian minggu tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani kita, apalagi kita berada di dalam posisi yang pasif sehingga kurang mendukung untuk proses belajar. Banyak pula jemaat yang merasa malas untuk belajar di gereja padahal rajin di dunia. Mereka akan rela mengejar apa yang ada di dunia selama itu cocok dengan sifat dosa mereka tetapi mereka tidak pernah mau mengejar apa yang ada di gereja.
Memang susah untuk mengawasi diri dan ajaran kita, tetapi di situlah proses belajar yang benar. Dan untuk itu gereja memberikan katekisasi dan katekismus. Ada beberapa alasan kenapa katekisasi bisa digunakan sebagai wadah untuk belajar dan salah satunya adalah karena katekisasi menjadi bukti iman Kristen mempunyai satu kekuatan pengajaran yang bersifat kritis. Inilah yang menjadi keunggulan iman Kristen tetapi sayangnya, banyak gereja yang sekarang mulai membuang kelas katekisasi sehingga setiap orang bisa dibaptis tanpa terlebih dahulu mengerti iman Kristen yang benar, yang penting percaya. Ini adalah alasan yang sangat bodoh karena kalau begitu apa bedanya kita dengan setan? Setan kan juga percaya bahwa Yesus adalah juru selamat, lalu kenapa kita diselamatkan tetapi setan tidak? Jadi hanya percaya tidak menyelesaikan masalah, tetapi apa yang kita percayai dengan apa yang setan percayai harus berbeda, bukan sama!
Lalu bedanya di mana? Kenapa perbedaan itu bisa menyelamatkan? Yesus yang kita percayai pun harus dipertanyakan karena Alkitab menulis ada berbagai macam versi Yesus. Marilah sama-sama mendefinisikan Allah, maka tidak mungkin ada satupun orang yang tulisannya sama dengan tulisan orang lain karena kita bukan berbicara tentang sebuah benda mati tetapi Allah yang hidup. Sudahkah kita benar-benar mengenal Allah yang selama ini kita percayai? Perasaan mengenal dengan betul-betul mengenal antar pribadi tentu berbeda.
Melalui kelas katekisasi kita bisa belajar konsep pengertian mengenai Allah, diri, gereja, iman Kristen, dll sehingga iman Kristen bukanlah iman yang fanatik tetapi bisa dipertanggung jawabkan secara kritis. Di dalam 1Petrus 3:15 tertulis bahwa kita harus selalu bersiap sedia apabila ada seseorang yang meminta pertanggung jawaban dari iman yang kita percayai. Kelas katekisasi menjadi wadah untuk belajar sehingga kita bisa menjelaskan kenapa setiap manusia harus percaya hanya kepada Yesus agar dirinya bisa diselamatkan. Ini adalah masalah yang sangat serius karena Kekristenan bukanlah salah satu dari banyak jalan tetapi satu-satunya jalan!
Pertama, untuk mengawasi ajaran kita. Banyak gereja yang semakin lama menjadi kacau karena tidak adanya katekisasi sehingga begitu banyak ajaran yang simpang siur. Ada yang katanya sudah bertobat tetapi ternyata dia sama sekali belum bertobat. Maka tanpa adanya katekisasi orang seperti ini suatu waktu kalau naik menjadi majelis bisa menghancurkan gereja tersebut. Setelah mengikuti katekisasi seharusnya juga terdapat percakapan pribadi dengan hamba Tuhan untuk melihat sejauh mana kita mengerti dan memiliki paham yang sama mengenai segala aspek iman Kristen. Melalui katekisasi kita bukan dituntut untuk menjadi ahli tetapi kita mengerti apa yang benar sesuai dengan porsinya.
Kedua, untuk mengawasi diri kita. Semua pengetahuan dan pengertian yang benar tidak akan bermanfaat apapun kecuali semuanya itu terimplikasi kedalam diri kita. Tuhan bukan hanya menuntut kita agar tambah pintar saja tetapi juga menuntut adanya perubahan hidup kita. Tentu Tuhan tidak menuntut kita menjadi sempurna tetapi kita dituntut supaya bertumbuh secara berkelanjutan atau terus-menerus di dalam proses dan di dalam proses itu ada perubahan hidup yang semakin baik. Jangan menjadi orang yang otaknya banyak isinya tetapi semuanya tidak selaras dengan hidup dan tingkah lakunya.
Di dalam Firman Tuhan terdapat 3 tahap proses pembelajaran, yaitu: menerima informasi sebanyak mungkin, menghubungkan semua informasi tersebut dengan diri kita, dan implikasikan semua pengertian itu dengan kehidupan nyata. Sering kali orang yang tidak bisa menghubungkan semua informasi dengan dirinya sendiri sehingga hanya mampu menjelaskan pikiran orang lain tetapi dirinya sendiri tidak mengerti. 3 tahap ini digambarkan dengan jelas oleh percakapan petrus dengan Yesus. Setelah Yesus bertanya siapakah diri-Nya menurut banyak orang, Yesus bertanya siapakah diri-Nya menurut Petrus sendiri. Dan setelah Petrus mengenal Yesus, maka Yesus menuntut agar Petrus menyangkal dirinya, memikul salib, dan mengikuti diri-Nya. Jadi selain katekisasi sebagai wadah pertama untuk belajar ajaran yang benar, katekisasi juga menjadi wadah pertama bagi perubahan hidup kita.
Dan yang ketiga, agar kita selalu bertekun di dalam semuanya itu. Di sini katekisasi menjadi wadah pertama apologia kita, yaitu pertahanan iman kita. Setiap kebenaran yang kita pelajari di dalam kelas katekisasi seharusnya membuat iman kita semakin tidak tergoyahkan oleh berbagai macam ajaran dan permainan palsu manusia di dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef 4:14). Memang katekisasi tidak menyelesaikan semua problematika kita tetapi katekisasi bisa menjadi basis untuk melangkah lebih jauh. Harus ada pertanggung jawaban terhadap kualitas kita di titik minimum sehingga kita bisa dibaptis dan mengaku di depan jemaat bahwa “Aku adalah orang Kristen.” Akhirnya dari sini kita mengerti bahwa sebenarnya katekisasi bukanlah sebuah pilihan melainkan kewajiban bagi setiap gereja untuk mengadakannya. Amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

1 komentar:

  1. The Best Casinos in the UK for 2021 - Casino Sites
    Casino Sites UK – What 에그 벳 Makes 실시간 배팅 사이트 a Good Casino? — pci e 슬롯 What Makes a Good 임요환 포커 Casino? — What 슬롯머신 Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino? — What Makes a Good Casino

    BalasHapus