Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (Christmas & Discount)

Ringkasan Khotbah : 05 Desember 2003
Christmas & Discount
Nats: Luk 2:1-7
Pengkhotbah : Ev. Steve Hendra
Kalau kita pergi ke tempat-tempat hiburan di Surabaya, kita akan melihat dan merasakan suasana yang baru, yaitu suasana natal. Tempat-tempat hiburan tersebut mulai didekorasi dengan lonceng, kereta salju, sinterklas, bahkan lagu-lagu natal. Lalu dapatkah kita mengambil kesimpulan kalau orang-orang dunia telah menyambut kedatangan Yesus ? Pertanyaan inilah yang akan kita pergumulkan pada hari ini.
Banyak orang didalam konsep pikirannya bahwa natal itu tidak lebih dari sebuah perayaan yang diperingati setiap tahun. Mereka sudah tidak terlalu peduli lagi dengan apa yang dirayakan tetapi lebih kepada perayaan itu sendiri. Jadi ketika natal tiba, mereka menganggap hari-hari itu harus meriah dan mewah. Maka tidak heran kalau di Plaza Tunjungan dan tempat-tempat hiburan lainnya pada bulan Desember pasti diformat sedemikian gemerlap. Dan ketika masyarakat masuk ke dalam suasana yang demikian gemerlap, mereka akan merasa tidak pas kalau tidak memakai baju baru. Inilah kenyataannya. Pada waktu natal tiba, satu pikiran yang pasti ada didalam otak kita adalah baju baru. Dan ketika orang-orang berpikir seperti itu, toko-toko mulai memberikan diskon-diskon dan hadiah yang bermacam-macam. Sehingga muncul ide “kalau mau belanja habis-habisan, tunggulah hari natal karena pasti banyak diskon”.
Ketika saya mengingat masa kecil saya, setiap tahun seluruh keluarga besar saya selalu merayakan ulang tahun dari seorang nenek yang sudah berumur 100 tahun lebih secara besar-besaran. Terkadang pesta tersebut berlangsung selama 24 jam. Bermacam-macam makanan dan minuman di sediakan bagi seluruh anggota keluarga. Berbagai macam tari-tarian dan lagu-lagu ditampilkan mulai dari yang tradisional hingga yang modern. Semua keluarga merasa gembira karena pada waktu itu semua keluarga besar dapat berkumpul menjadi satu. Dan ketika saya mempersiapkan khotbah ini, saya teringat kembali dengan peristiwa itu dan saya mulai merenungkan apa yang sedang dirayakan ? Setiap bulan Desember, apa yang kita rayakan ?.
Secara esensial, pesta besar tersebut bukanlah sebuah pesta ulang tahun. Dari sedemikian banyak makanan dan minuman, berapa banyak dan berapa macam yang bisa dinikmati olehnya ? Berbagai macam tarian dan lagu ditampilkan, apakah dia masih dapat menikmatinya ? Dari 24 jam pesta, berapa jam dia bisa hadir bersama dengan keluarga besarnya ? Dari begitu banyak diskon dan hadiah yang ditawarkan oleh para penjual, seberapa banyak orang yang berpikir akan makna kelahiran Kristus ? Fakta yang ada, banyak orang yang sudah tidak peduli akan kelahiran Kristus. Aneh bukan, mereka setiap tahun selalu merayakan natal, tetapi mereka tidak pernah menyambut Kristus, apalagi menerimanya. Bagi mereka, natal dan kehadiran Kristus adalah 2 hal yang tidak ada hubungannya. Bagi mereka, perayaan natal adalah perayaan bagi diri mereka sendiri, sama sekali bukan untuk Tuhan. Semua hiasan natal dan lagu-lagu natal bukan di pasang dan dinyanyikan untuk Tuhan, tetapi untuk kesenangan manusia.
Jika kita membaca Luk 2:1-7, suasana pada waktu itu ternyata juga ramai, mirip dengan suasana natal pada zaman sekarang karena peristiwa kelahiran Yesus bersamaan proses sensus penduduk. Banyak keluarga atau orang-orang Bethlehem yang hidup diluar Bethlehem akan mudik kembali ke kampung halaman. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pemilik penginapan. Mereka ingin meraup keuntungan yang besar dengan menjual penginapan mereka diatas harga normal. Tetapi toh semua penginapan tetap penuh karena memang sangat banyak sekali orang yang kembali ke Bethlehem dengan berbagai macam motivasi baik mau liburan, mengikuti sensus, dll. Maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa natal pada mula-mula bukanlah natal yang tidak sibuk. Jika kita pada hari ini begitu sibuk dengan belanja kita dan segala macam persiapan natal, begitu juga pada waktu natal pertama kali. Tetapi apakah semua kesibukkan itu memang ditujukan untuk Tuhan Yesus ? Tidak. Kedua zaman ini, semua orangnya telah terlelap didalam kesibukkannya masing-masing hingga dunia menjadi sunyi senyap.
Kedatangan Mesias telah dinubuatkan oleh para nabi perjanjian lama dan janji itu telah dituliskan didalam Kitab mereka, tetapi ternyata semua mengabaikannya (termasuk ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi). Bahkan ketika Yesus membutuhkan tempat untuk lahir, semua penginapan menolak Dia ! Ironis sekali, mereka tidak sadar bahwa mereka telah menolak Juru Selamat yang selama ini mereka nantikan. Justru orang Majus yang hanya mengandalkan bintang-bintang dilangit bukan janji Tuhan, merekalah yang mencari-cari Mesias. Mungkin mereka juga tidak tahu bahwa Mesias akan lahir, mereka hanya tahu kalau ada orang besar yang akan lahir, tapi toh mereka rela melakukan perjalanan bermil-mil untuk menyembah orang besar tersebut. Kenapa sampai dengan zaman sekarangpun, masih begitu banyak jiwa yang mengabaikan kelahiran Yesus Kristus ?
Yang terutama adalah karena image yang diciptakan. Image yang diciptakan membawa suatu kuasa yang begitu besar untuk mengalihkan semua perhatian manusia dari Tuhan. Semua orang Israel dan para ahli Taurat selalu menganggap bahwa yang disebut sebagai mesias seharusnya adalah seorang raja yang sangat berkuasa. Bagi mereka, seorang mesias tidak mungkin lahir di kota kecil seperti Bethlehem melainkan di rumah besar seperti istana Herodes. Inilah image mesias di kepala mereka sehingga ketika Yesus lahir, mereka tidak peduli. Padahal kalau kita melihat pekerjaan Tuhan melalui kelahiran Yesus, ada banyak hal penting yang dapat kita ambil hikmahnya. Salah satunya adalah : peristiwa kelahiran Yesus justru menelanjangi segala kebobrokan manusia dan segala kemegahan palsu yang ada. Jika orang-orang yang berada pada zaman itu dan juga pada zaman sekarang selalu membangun kemegahan dan kemewahan apabila terdapat suatu perayaan, Tuhan Yesus justru tidak membutuhkan semua itu. Semua image tersebut hanya menghembuskan sebuah semangat hedonisme/bagaimana memuaskan diri sendiri.
Semua orang ingin memuaskan diri mereka sendiri dengan menonjolkan sifat konsumerisme. Mereka membeli segala macam barang bukan karena mereka membutuhkannya tetapi demi kepuasan hati mereka. Demikian juga dengan perayaan natal. Semua orang langsung berpikir “hadiah apa saja yang bisa aku dapatkan ?”, “perhiasan apa saja yang bisa aku beli ?”, dsb. Sifat konsumerisme bisa mencengkram manusia karena manusia selalu mementingkan gengsi, kebiasaan dan image lingkungan, serta kesenangan pribadi. Dari sini kita baru tahu kenapa program diskon di setiap toko sangat disambut gembira oleh masyarakat. Setiap natal, presentase penjualan setiap toko meningkat pesat. Kalau kita pikir-pikir, apakah perusahaan/toko akan rugi dengan adanya diskon ? Tidak. Didunia bisnis, mana ada orang yang mau rugi ? Apalagi orang-orang sekuler yang sampai matipun hanya gara-gara urusan uang.
Maka, perayaan natal bukanlah memperingati kelahiran Tuhan Yesus, tetapi justru menjadi perayaan untuk menolak Tuhan Yesus. Hal ini nampak kalau kita melihat beberapa kartu ucapan natal atau siaran TV, mereka tidak lagi mengucapkan merry Christmas, tetapi mereka menghapus kata Christ dan diubah menjadi sekedar Season Greeting. Dan ketika natal adalah penolakan terhadap Kristus, yang diterima adalah manusia-manusia. Tetapi pada kenyataannya, apakah mereka menerima semua manusia ? Tidak. Yusuf dan Maria tidak pernah diterima karena mereka adalah orang miskin. Dari sini kita bisa membuat alurnya, pada awalnya manusia menolak Tuhan dan menerima manusia, tetapi hanya karena materi, manusia ternyata juga bisa menolak manusia.
Sekarang, pandanglah kepada Tuhan Yesus. Dia justru mengerjakan semua hal yang sama sekali berlawanan dengan apa yang manusia lakukan. Tuhan Yesus tidak datang dengan materi dan di tempat yang mewah walaupun Dia adalah pemilik seluruh alam semesta. Tetapi justru karena Dia mau lahir ditempat yang terhina, orang-orang yang merasa dirinya hina bisa datang kepada Dia. Tidak ada satu orangpun di bawah kolong langit yang namanya bisa ditinggikan karena dia pernah menyediakan tempat bagi Tuhan Yesus. Tidak ada satu tempatpun dibawah kolong langit yang bisa disucikan karena Tuhan Yesus pernah lahir ditempat itu. Ditempat yang hina, Tuhan Yesus justru bisa mengumpulkan segala manusia dari berbagai kalangan. Tidak peduli engkau raja, tidak peduli engkau miskin, tidak peduli engkau punya istana, engkau bisa datang kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus pasti akan menerima engkau dan menghargai dirimu.
Apakah kita memiliki semangat natal yang sejati ? Pertama, karena Tuhan Yesus rela merendahkan diriNya, natal menjadi suatu perayaan yang universal, yang bisa kita syukuri dengan sepenuh hati. Kedua, perayaan natal yang sesungguhnya adalah perayaan dari kelahiran Yesus Kristus sendiri. Tidak ada seorangpun yang merasa dirinya lebih hormat, lebih kaya, dsb. Ketika hadir didepan Tuhan Yesus, mereka semua harus menyembahNya. Siapa yang datang ketika Yesus lahir ? hanya gembala dan orang majus, bukan orang-orang “hebat” seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Ketiga, ketika dunia menawarkan sebuah semangat yang melulu mengejar kemewahan dan kepuasan diri sendiri, Tuhan Yesus justru menawarkan suatu semangat inkarnasi. Tuhan Yesus rela turun untuk menebus dosa-dosa kita, dan pada waktu itu kita baru bisa menjadi manusia dan untuk apa kita hidup. Inilah semangat seharusnya berada didalam hati kita. Apakah kita memiliki semangat untuk setia menjadi saksi dan terang bagi dunia serta berusaha membawa jiwa-jiwa yang terhilang untuk datang kepada Yesus Kristus ? Ketika engkau telah mendapatkan kasih yang begitu hangat dari Tuhan, maukah engkau membagikan kasih itu kepada orang-orang yang hidupnya begitu dingin ?
Jika kita pergi ke Plaza Tunjungan III, di lantai bawah kita akan melihat Bethlehem, yaitu rumah-rumahan yang semuanya terbuat dari roti (beth berarti rumah; lehem berarti roti). Tetapi jika kita berpikir, apakah roti-roti tersebut memberikan dapat memberikan suatu kehidupan bagi manusia ? Agar rumah-rumahan tersebut bertahan lama, semua roti yang dipergunakan harus diberi banyak bahan pengawet. Jadi jelas roti-roti tersebut tidak dapat memberikan suatu hidup. Tetapi ketika Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah kita, Dia benar-benar menjadi roti yang dapat memberikan kehidupan bagi semua manusia. Dia menarik orang-orang bukan untuk melihat segala macam materi dan kemewahannya, tetapi Dia menarik orang-orang untuk datang kepada Bapa dan memperoleh hidup kekal. Jika kita melihat natal dengan kacamata dunia yang penuh dengan diskon dan pesta, kita tetap tidak akan mendapatkan arti yang sesungguhnya dari natal. Tetapi ketika kita benar-benar memandang kepada Kristus, pada waktu itulah kita mendapatkan esensi daripada natal. amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar