Ringkasan khotbah: 25 Jan 1998
Kepenuhan hidup di dalam Kristus
Nats : Ef 1: 11
Kepenuhan hidup di dalam Kristus
Nats : Ef 1: 11
Ef 1: 3-14 merupakan satu
kalimat utuh dengan koma, koma yang berbentuk
participle-participle yang tersusun begitu banyak dan rumit. Dalam
bahasa Indonesia satu alinea tidak mungkin terus disambung menjadi satu kalimat.
Dalam situasi ini LAI juga memotong kalimat dengan memberi subyeknya. Ini tidak
menyalahi struktur kalimat hanya tekanannya pada "karena di dalam Dia."
Mengapa harus di dalam Kristus? Karena di dalam Kristus kita
mendapat bagian yang dijanjikan. Inilah yang membentuk kepenuhan hidup kita.
Hidup manusia baru kembali kepada aslinya jika manusia kembali menjalankan
fungsi sebagaimana ditetapkan oleh Tuhan di dalam Kristus sehingga manusia
mendapatkan apa yang dijanjikan Allah menjadi bagiannya. Inilah misi dari hidup
manusia.
Setiap ciptaan dicipta oleh pencipta menurut rancangan pencipta
dan hasil akhirnya untuk pencipta. Hukum ini adalah hukum yang sah berlaku di
mana saja dan kapan saja. Demikian pula, manusia dicipta oleh Allah menurut
rancangan Allah hasil akhirnya untuk Allah. Hukum ini tidak bisa dilanggar.
Mengerti hukum ini akan mengerti semua aspek.
Namun kepenuhan hidup manusia bisa menyeleweng. Sama seperti
mike dicipta untuk menjadi pengeras suara. Namun mike juga bisa
disalahgunakan, misalnya untuk memukul kepala. Pada waktu itu mike
tersebut sudah gagal mencapai kepenuhan keberadaannya. Demikian pula dengan
manusia bisa menyalahgunakan fungsinya. Tidak heran, di dalam hidup manusia
setelah kita berjuang pada satu titik kita merasa kosong. Kita mulai bertanya,
"Apa yang sedang saya lakukan? Sepertinya tidak ada artinya? Hidupku kosong."
Namun pertanyaannya, "Apakah realitanya harus seperti ini? Kita
harus membedakan realita dengan yang seharusnya. Tidak
cukup kita membangun teori di atas realita. Kita harus membangun teori di atas
ide - seharusnya seperti apa. Dari sini baru kita melihat realitanya seperti
apa.
Paulus mengatakan, "di dalam Kristus", karena di dalam Dialah
kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk
menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendakNya."
Siapakah Paulus? Jika kita membaca Filipi 3, kita menemukan
banyak hal yang Paulus bisa banggakan. Berdasarkan keturunan Paulus orang Yahudi
asli dari suku Benyamin di sunat hari ke 8. Secara intelektual, Paulus orang
yang brilliant. Umur 30 tahun sudah menjadi orang Farisi. Paulus mewarisi
seluruh kebudayaan Ibrani mengerti Talmud, Midrash, dan hafal Taurat. Bahkan
menjadi murid kesayangan Gamaliel. Seorang profesor yang paling terkenal pada
waktu itu. Paulus juga menguasai filsafat Graeco-Romans yang pada
waktu itu dianggap paling top pada zamannya dan dianggap sebagai ‘mbahnya’
filsafat dunia saat itu. Di Athena Paulus berdialog dengan tokoh-tokoh filsafat
disana. Dari segi kerja, Paulus seorang yang berani berjuang. Dia adalah seorang
penganiaya Kristen. Paulus bukan hanya pandai bicara tapi dia juga seorang yang
memiliki semangat bekerja. Singkatnya, Paulus memiliki kehebatan baik dari segi
eksistensi, intelektual, maupun dari segi kerja. Kurang apa lagi?!
Paulus pikir melalui semua itu dia sudah mencapai kepenuhan
hidupnya. Namun setelah menemukan Kristus semua yang tadinya dia anggap itulah
yang dia kejar, ternyata sekarang hanya sampah yang perlu dibuang." Inilah
perbandingan hidup Paulus.
Dalam kitab Filipi Paulus sedang men-sharing-kan
pengalamannya dari situasi yang lama kepada situasi yang baru. Namun dalam surat
Efesus Paulus sedang memberitakan prinsip dasar bagaimana sebetulnya kita harus
menggarap hidup kita berdasarkan teologi yang ketat.
Di dalam Ef 1:11 ini, Paulus mengatakan inilah bagian yang
ditentukan untuk kita. ‘Kita’ di sini bukan ‘semua.’ Saya hanya mendapat bagian
yang ditetapkan bagi kita sesuai dengan maksud Allah. Dalam ayat ini digunakan
kata ‘maksud Allah’ di bawah menurut keputusan kehendaknya (perhatikan Ef 1:11).
Menerima bagian ini sesuai dengan maksud Allah yang di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendaknya. Kalimat ini dalam bahasa Indonesia
menggunakan sedikit permainan kata supaya ini tidak terlalu mirip.
Dalam bahasa Indonesia kata maksud dan tujuan seringkali
memiliki arti yang dekat. Namun dalam bagian ini dipisah secara drastis. Ketika
Paulus mengatakan kita mendapatkan bagian yang sesuai dengan maksud Allah. Di
sini Paulus menggunakan kata pronesis yang menggambarkan satu maksud yang
bersifat spesifik. Dalam kedokteran gigi ada satu istilah yang disebut
protese. Protese ini adalah contoh gigi yang dibuat seperti
aslinya. Jadi kata ini bersifat spesifik sekali seperti aslinya. Jadi gigi
graham harus dibuat seperti gigi graham yang dicabut.
Jadi ‘kita’ di sini bukan semua hanya satu bagian yang harus
kembali pada bagian itu. Nah pada waktu kita kembali kepada bagian itu kita
harus kembali ke maksud asli pencipta modelnya seperti apa dan di mana
tempatnya. Posisinya harus tepat. Di sini pentingnya kita mengembalikan diri
kita keposisi yang seharusnya.
Tuhan menuntut kita kembali menurut maksud Allah. Ini baru bisa
terjadi jika kita kembali kepada Kristus. Disinilah rencana dan maksud itu bisa
mencapai kepenuhannya. Jadi dengan kembali pronesis berarti kita kembali
menjalankan fungsi yang Tuhan tetapkan di dalam Kristus. Disitulah kita
mendapatkan kepenuhan maksud kita. Seperti Paulus mengejar pronesis.
Dengan mengejar dan menjalankan maksud Allah ini dia tidak pernah gagal karena
itu akan dicatat dalam kekekalan. Karena untuk itulah kita dicipta untuk
menjalankan maksud yang dia mau yaitu kita boleh menjadi puji-pujian untuk
kemuliaan Tuhan (ay. 12).
Sebelum kita sampai ke tujuan kita harus mengerti maksud Allah
Pencipta kita. Setiap orang harus tahu di mana bagiannya. Jika saudara
ditetapkan jadi petani. Jadilah petani Kristen, pengusaha Kristen, dokter
Kristen, intelektual Kristen. Kita harus tahu di mana posisi kita masing-masing.
Itu bukan kita yang mau tapi Tuhan yang tuntut bukan demi kita melainkan demi
rencana Allah bagi hidup kita agar kerajaan Allah digenapi. Sebaliknya jika kita
tidak kembali kepada maksud Allah maka semua yang kita kerjakan akan sia-sia.
Mengapa? Karena kita sedang menimbun kehancuran yang kita kejar
bertahun-tahun.?
Diposting Oleh : eki kawamasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar