Ringkasan Khotbah : 14 Mei 2004 |
|
||
Signifikansi Pengajaran Gereja:
Liturgi & Ibadah
|
|||
Nats: Rm. 12: 1-2, 1
Kor. 14: 40
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno
|
|||
Di satu pihak, hari ini banyak sekali orang
Kristen yang tidak pernah mau belajar dengan baik tetapi berani berkomentar
macam-macam dan salah satunya adalah berkenaan dengan liturgi. Mereka tidak
pernah baca buku dan belajar apapun mengenai liturgi tetapi mereka berani
berkata kalau liturgi tidak diperlukan. Mereka pikir diri mereka cukup
pintar tapi malah bersikap bodoh sekali. Sebuah liturgi mengandung banyak
elemen yang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah kebaktian, dan
kebaktian itu sendiri merupakan salah satu bagian yang penting di dalam
ibadah seseorang.
Tetapi di pihak lain, ada sedikit orang yang
belajar dan mengerti apa pentingnya liturgi tetapi mereka tetap tidak mau
memakai liturgi karena memang secara esensial mereka tidak suka. Orang-orang
yang termasuk dalam golongan ini adalah para teolog postmodern. Seorang
teolog postmodern percaya bahwa tidak ada unsur kebenaran mutlak di dalam
kekristenan sehingga kebaktian tidak lebih dari salah satu variasi hidup
kita seperti waktu bekerja, pacaran, dll. Kalau kebaktian ditata terlalu
formal itu berarti di dalamnya ada unsur kebenaran yang harus ditaati oleh
semua orang, padahal inilah yang berlawanan dengan prinsip postmodern.
Apa yang mereka sebut sebagai agama sebenarnya
juga bukanlah agama karena syarat sebuah agama ada 3, yaitu: ada Tuhan,
kitab suci, dan pengikutnya. Ketiga syarat ini semuanya tidak pedulikan oleh
orang postmodern karena walaupun mereka tahu Yesus dan Alkitab tetapi mereka
sebagai pengikutnya tidak mempercayai ajaran Yesus dan semua yang tertulis
di dalam Alkitab sebagai kebenaran mutlak. Jadi bagi orang postmodern agama
bukan iman yang paling mendasar untuk menentukan segala sesuatu tetapi hanya
sekedar permainan filsafat manusia yang mencoba untuk mempermainkan agama.
Akibatnya, orang seperti ini bisa merusak tatanan gereja.
Perikop yang kita baca pada hari ini mengatakan
dengan jelas kepada kita bagaimana beribadah yang baik. Melalui Roma
12:1-2, Paulus menasehati agar kita mempersembahkan seluruh hidup kita
kepada Allah. Artinya, Paulus ingin agar kita selalu memusatkan seluruh
hidup kita untuk kembali kepada Allah yang sejati. Bahkan di dalam bahasa
Ibrani, kata “ibadah” dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup untuk
menundukkan diri dan hati kita (to bow down) di hadapan Tuhan. Jadi bagi
orang Kristen, hal beribadah bukanlah sekedar hari minggu kebaktian tetapi
seharusnya juga mencakup seluruh hidup kita setiap harinya, bahkan setiap
detiknya sehingga tubuh kita akan menjadi tempat di mana Allah akan
bekerja. Tetapi masalahnya pada hari ini adalah bagaimana ibadah yang
seperti itu dikaitkan dengan waktu kebaktian kita.
Kenapa hari minggu kita melakukan kebaktian?
Kita melakukan kebaktian bukan bertujuan untuk mendengarkan Firman karena
kebaktian berbeda dengan STRIS (sekolah teologi). Tujuan kita melakukan
kebaktian dapat kita lihat dari kata dasar dari kata itu sendiri, yaitu
“bakti” sehingga, kebaktian adalah waktu untuk kita berbakti (worship). Jadi,
kalau sejak kedatangan kita ke gereja sama sekali tidak ada konsep, sikap,
dan perilaku seperti seharusnya, maka sebenarnya kita belum berbakti! Mana
buktinya kalau kita berbakti? Kita memang datang dan ikut dalam kebaktian,
tetapi semuanya itu kita lakukan secara sembarangan. Kita tidak pernah
mengabdi kepada Tuhan! Bayangkan kalau kita ingin berbakti kepada orang tua
tetapi kita melakukannya dengan sembarangan, apakah orang tua kita akan
menganggap kita sudah berbakti?
Adanya kebaktian pada hari minggu juga bukan
berfungsi untuk menyegarkan diri kita setelah sibuk selama 6 hari sebelumnya.
Kebaktian minggu bukan seperti sebuah knalpot mesin, yaitu sebagai saluran
pembuangan. Justru terbalik, kebaktian minggu seharusnya menjadi tempat kita
untuk menerima Firman Tuhan dan kemudian menjalankan Firman itu di tempat
kerja kita. jadi tempat kerja kitalah yang menjadi knalpot, bukan gereja.
Banyak hamba Tuhan yang berpikir semacam itu sehingga jangan heran kalau
gereja-gereja di sekitar kita agak mirip diskotik atau night club. Mereka
takut kalau kebaktian kurang “menghibur” dan “menyegarkan” akan
menyebabkan jemaat lari.
Di dalam liturgi kita dapat melihat
urutan-urutan tertentu mulai dari votum hingga pengutusan, tetapi apakah
kita mengerti kenapa urutannya harus seperti itu? Apa maknanya? Urutan
pertama adalah votum, yaitu seperti sebuah proklamasi kita berdasarkan apa
kebaktian pada saat itu ditegakkan. Biasanya votum dikutip dari ayat Alkitab
yang memberikan suatu keyakinan dan dasar untuk beribadah, masuk ke rumah
Tuhan dengan pengertian betapa baiknya Allah. Kemudian untuk menyambut votum,
biasanya kita akan menaikkan pujian yang bersifat vertikal sehingga itu akan
mengarahkan diri kita untuk memandang kepada Tuhan, misalnya: lagu Suci Suci
Suci, dll. Setelah pujian selesai baru kita berdoa pembukaan.
Ketiga langkah persiapan di atas membuat kita
datang ke hadirat Tuhan dengan hati yang hormat dan siap untuk beribadah,
tetapi sebaliknya oleh gereja-gereja yang mirip night club atau diskotik,
votum seperti itu akan ditiadakan dan langsung menyanyi lagu-lagu yang
menghibur, riang, atau ceria. Sikap yang diberikan jauh berbeda dari yang
seharusnya, jemaatnya langsung kembali berpikir ke dunia, mencari kesenangan
diri sendiri, begitu hedonis. dari sekedar persiapan saja kita sudah tahu
mana gereja yang benar dan mana gereja yang rusak. Liturgi bukan asal dibuat
tetapi itu sudah dipikirkan sepanjang 200 tahun. Kita bisa melihat
gereja-gereja yang berasal dari arus utama baik itu katolik maupun protestan,
garis utama liturginya pasti sama (walaupun ada variasinya) karena kalau
orang belajar, pasti tahu kenapa urutannya harus seperti itu!
Setelah langkah persiapan selesai kita masuk ke
dalam komunikasi 2 arah di dalam ibadah, bagaimana kita berbakti dan Tuhan
berbicara kepada kita. Pada bagian ini terdapat 3 bagian, yaitu: pujian, doa
pengakuan dosa dan doa syafaat, serta pemberitaan Firman Tuhan. Pujian
bukan sekedar menyanyi untuk bersenang-senang tetapi lagu yang kita
nyanyikan juga membawa kita kembali melihat kebaikan Tuhan atas kita.
Setelah itu kita mengakui bahwa kita adalah manusia berdosa yang bergantung
mutlak pada anugerah Tuhan. Kita juga berdoa bagi orang lain sehingga kita
tidak egois tetapi peka terhadap isi hati Tuhan. Apa yang diinginkan oleh
Tuhan, itulah yang juga menjadi keinginan kita. Selesai berdoa, baru kita
mendengarkan Tuhan bersabda melalui hamba-Nya. Firman-Nya menyatakan
kebenaran-Nya.
Bagian ketiga merupakan respon kita atas bagian
sebelumnya. Setelah Firman Tuhan disampaikan kita melakukan pengakuan iman,
persembahan, doksologi dan pengutusan. Pengakuan iman merupakan respon
pertama kita setelah iman kita dikuatkan oleh kebenaran Firman Tuhan.
Selanjutnya, kita memberikan persembahan sebagai tanda ucapan syukur kita
karena Tuhan sudah menganugerahi dan memberkati kita. Jadi persembahan itu
bukan iuran wajib hanya karena kantong diedarkan tetapi itu hanya untuk
mempermudah dan mempercepat proses persembahan, yang penting hati kita
bersyukur atau tidak.
Kemudian, seluruh kebaktian kita ditutup dengan
doksologi, yaitu kalimat penyembahan terhadap Allah Tritunggal, menaikkan
kembali hati kita dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan dan disertai dengan
komitmen hidup untuk memuliakan Dia. Setelah itu, baru hamba Tuhan
memberikan berkat dan mengutus kita untuk menjadi saksi yang memuliakan
nama-Nya di manapun kita berada dari sekarang sampai selama-lamanya. Dari
penjelasan singkat ini kita melihat bahwa setiap urutan ada maknanya dan
tidak bisa dibolak-balik karena satu dengan yang lainnya saling terkait.
Untuk apa semuanya itu? Supaya kita bisa beribadah kepada Tuhan dengan lebih
baik.
Masalah Doa Bapa Kami, gereja kita sengaja
meletakkannya di akhir doa syafaat demi untuk mengingatkan dan melandasi
seluruh doa syafaat kita sehingga doa-doa tersebut tidak menyeleweng dari
pola doa yang benar, yaitu: Doa Bapa Kami. Doa Bapa Kami tidak bersifat
wajib, apalagi bagi orang-orang yang sudah ahli berdoa karena doa tersebut
memang berfungsi sebagai pola dasar bagi kita. Kalau kita sudah mengerti
betapa pentingnya liturgi dalam kebaktian, maka sekarang kita mempunyai
kewajiban untuk menyadarkan orang Kristen lain yang belum mengerti sehingga
mereka tidak berpikir kalau liturgi itu merepotkan.
Masalah persembahan tidak dibahas di dalam
Perjanjian Baru karena di situ Tuhan memang tidak meminta 10% tetapi 100%.
Kenapa perlu persembahan? Tuhan bukannya minta-minta karena butuh uang dari
kita tetapi Tuhan punyai cara kerja sendiri, yaitu Tuhan ingin agar
rumah-Nya dipelihara oleh umat-Nya sendiri dan dari situ Tuhan akan
memberkati mereka. Jadi Tuhan terlebih dahulu memberkati mereka sehingga
mereka pasti cukup untuk bisa memberikan persembahan bagi pemeliharaan
rumah-Nya. Kalau Tuhan ingin kita mengerjakan sesuatu, tidak mungkin Dia
tidak memberikan kapasitas yang cukup sehingga kita bisa mengerjakan
pekerjaan itu.
Sedangkan mengenai perpuluhan, melalui itu Tuhan
ingin mengingatkan kepada kita bahwa 10% itu hanyalah bagian terkecil dari
berkat Tuhan yang kita berikan kembali sedangkan yang 90% kita makan sendiri.
Kita harus sadar itu sehingga kita tidak bersikap licik kepada Tuhan,
pura-pura mau memberi perpuluhan lebih lalu minta Tuhan menaikkan gaji. Yang
benar adalah kalau memang Tuhan memberikan lebih banyak, seharusnya
persentase pemberiaan kita juga bertambah banyak. Jadi pada hari ini kita
ditantang berapa persen yang berani kita berikan, bukan jumlahnya. 2 peser
itu jumlah yang kecil tetapi itu 100% (upah sehari).
Bagaimana sikap hati kita sewaktu beribadah itu
jauh lebih penting daripada kita sekedar action belaka karena sikap hati
yang benar nantinya akan membuat seluruh tatanan hidup kita juga menjadi
benar. Walaupun mungkin di masa depan kita bisa mengikuti kebaktian dari
rumah melalui televisi sambil tiduran dan makan camilan, itu tetap bukan
kebaktian karena di situ tidak ada unsur berbakti sehingga tidak mungkin
kita bisa mengikuti kebaktian dengan benar. Televisi memang bisa membuat
kita hemat uang dan waktu, tetapi televisi juga bisa membuat esensi ibadah
kita menjadi hilang. Semoga melalui pembinaan pada hari ini kita bisa
bersikap lebih tepat kepada Tuhan maupun kepada dunia. Amin.
Diposting OLeh : eki kawamasi
|
Jumat, 15 Juni 2012
Ringkasan Khotbah (Signifikansi Pengajaran Gereja: Liturgi & Ibadah)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar