Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (BERKAT ALLAH MENJANGKAU SEMUA BANGSA)


Ringkasan Khotbah 

BERKAT ALLAH MENJANGKAU SEMUA BANGSA
 
Ada dua orang pemuda yang dibesarkan oleh ayah mereka yang pemabuk. Kedua pemuda ini memilih cara hidup sendiri-sendiri. Beberapa tahun kemudian, seorang psikolog yang sedang meneliti tentang dampak psikologis dari orang tua pemabuk kepada anak-anaknya mencari kedua pemuda itu.

Salah seorang dari pemuda itu sudah menjadi pemabuk. Sama seperti ayahnya. Namun, saudaranya telah memilih menjadi manusia anti alkohol, yang tidak pernah meminum alkohol. Psikolog itu bertanya kepada pemuda yang telah menjadi pemabuk itu, “Mengapa Anda menjadi seorang pemabuk?” dan kepada pemuda yang lain, “Mengapa Anda menjadi seorang yang anti alkohol?”

Dan mereka berdua memberi jawaban yang sama , “Apa yang bisa Anda harapkan, bila Anda memiliki seorang ayah seperti ayah saya?”

Perhatikan jawaban kedua pemuda kakak-beradik ini. Di atas kertas sama. Namun, bagi mereka memiliki makna yang bukan saja berbeda melainkan bertolak belakang! Pemuda pertama memaknai dengan sikap negatif. Artinya, menyesali memiliki ayah yang pemabuk dan karena itu wajarlah bahwa ia tumbuh menjadi anak yang tidak punya figur ayah yang baik. Dan wajar pula jika ia meneruskan kebiasaan sang ayah, menjadi pemabuk. Namun, berbeda dengan anak yang kedua. Pemuda ini menyadari bahwa figur ayahnya tidak baik, tidak ada yang diharapkan darinya, maka kini ia harus menjadi figur yang baik. Alkohol yang menjadi perusak tidak saja harus dihindari tetapi juga harus dilawan!
Pandangan manusia tentang ekslusifisme di atas kertas juga sama, “Apa yang dapat manusia harapkan dari sikap ekslusif?” Kebanyakan orang  mengatakan bahwa ekslusifisme dapat memberi kenyamanan, kebanggaan, kehormatan, rasa aman dan nyaman dan seterusnya. Maka hidup seperti ini harus terus dilestarikan. Oleh karenanya banyak orang sibuk membangun ekslusifitas dalam kelompoknya masing-masing dengan mengatsnamakan agama, tradisi, keilmuan, profesi, dan lain sebagainya. Di luar kelompoknya dinilai selalu saja ada yang kurang pas, tidak sempurna bahkan keliru. Banyak korban dari ekslufisme ini.

Alkitab mengisahkan salah satu korban ekslusifisme adalah seorang perempuan dari Kanaan yang memohon kepada Yesus supaya anaknya yang sedang menderika karena kerasukan setan ditolong. Namun, sayangnya dalam tradisi dan keyakinan Yahudi tidaklah mungkin berkat Tuhan, apa pun bentuknya dapat menjangkau orang kafir. Kanaan di mata Yahudi mempunyai stigma yang buruk: sebagai bangsa yang tidak mengenal Tuhan dan penyembah berhala serta pernah menjadi lawan mereka. Dalam nafas inilah cerita ini dibangun. Sehingga sangatlah logis ucapan beraroma super ekslusif meluncur dari mulut Yesus, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel….Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (Matius 15:24,26)

Namun, perempuaan Kanaan ini, sama seperti pemuda kedua dalam cerita di atas, mampu melihat dari perspektif positif. Dia keluar dari pandangan umum ekslusifisme. Dia yakin bahwa kasih Allah dalam Kristus mampu menembus tembok superior Yudaisme. Perempuan ini pantang menyerah! Coba bandingkan dengan diri kita. Ketika kita mengalami peristiwa yang sama dengan apa yang dialami oleh perempuan Kanaan ini. Sangat mungkin kita terbawa arus dan kemudian berbalik mengambil langkah seribu meninggalkan Tuhan. Namun, perempuan Kanaan ini berhasil mengalahkan dirinya dengan menjawab Yesus, “Benar Tuhan, namun anjing itu makan dari remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”(Mat.15:27)
Jika Anda menjadi korban dari budaya ekslusifisme, cerita tentang perempuaan Kanaan ini menjadi pembelajaran buat kita. Jangan mudah menyerah! Yakinlah bahwa segala sesuatu yang buruk sekalipun pasti ada celah yang baik. Minimal membuat Anda semakin tangguh dan tidak cengeng menghadapi realita hidup ini. Teruslah berbuat baik walaupun ketidaknyamanan mungkin akan menghadang Anda. Dan yang terpenting di atas itu semua, sama seperti perempuan Kanaan ini, Tuhan ada di pihak Anda!

Saya yakin Yesus memakai seting ekslusifisme Yudaisme untuk mengatakan bahwa kasihNya tidak dapat dibentengi oleh sekelompok orang tertentu, dalam kasus ini konteks Yahudi yang merasa diri bangsa yang paling terpilih di hadapan Allah. Meskipun ada banyak ahli tafsir mengatakan bahwa memang benar ketika Yesus berkarya, Dia hanya membatasinya dalam ruang lingkup Yahudi, baru kemudian setelah selesai karyaNya, Yesus kembali ke sorga, murid-muridNyalah yang meneruskan Injil kepada bangsa-bangsa. Keyakinan bahwa Yesus menginginkan karyaNya menembus bangsa-bangsa dibuktikan dengan ending atau akhir cerita ini. Yesus mengatakan, “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang engkau kehendaki.” Dan seketika itu anaknya sembuh.  (Mat.15:28)

Lalu apa dampaknya jika kita meyakini bahwa Yesus pada jamanNya peduli terhadap perempuan Kanaan yang punya stigma negatif? Bukankah sekarang ini banyak kalangan kristiani yang membatasi kasih dan penyelamatan Tuhan hanya bagi dirinya sendiri. Kasih Tuhan tidak berlaku bagi orang di luar Kristen! Perhatikan sikap seperti ini, bukankah hal itu sama dengan eklusifisme Yahudi? Mestinya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ingatlah siapa kita di hadapanNya, kita hanya ciptaan tidaklah mungin untuk membatasi rahmat atau kasih Allah. Kita menngenal melalui Alkitab bahwa kasih Allah yang menyelamatkan dunia ini nyata di dalam Kristus, namun keyakinan itu tidak boleh membuat kita merampas dan membatasi kasih Allah itu untuk diri sendiri. Tak seorang pun yang dapat membatasi kasih Allah itu. Alih-alih membentengi dan menahan kasih dan keselamatan itu bagi banyak orang yang berbeda dalam segala hal dari kita, gunakanlah segala daya kita untuk meneruskan cinta kasihNya itu dengan tulus tanpa motifasi busuk yang terselubung.


Diposting Oleh : Eki kawamasi

Everything is under God's Control

Everything is under God's Control

Pdt. Rudie Gunawan STh.
Download Print a- A+ r
 
 
Nats: Dan.1:1-2
Banyak orang tidak suka membaca kitab Wahyu. Bahkan banyak orang sudah mengembara mendengar tafsiran ktiab Wahyu dari kiri kanan dengan tidak jelas sampai kita bingung dan tidak berani menyentuh buku ini. Bahkan Martin Luther, Bapa Reformator sendiri mengatakan buku ini seperti “mengotori” Alkitab. Padalah kitab Wahyu adalah satu kitab yang klimaks luar biasa dari seluruh buku-buku di dalam Alkitab ini. Jika kitab Wahyu dibaca semau sendiri, jadilah bidat. Dalam seratus tahun terakhir ini Amerika sudah menghasilkan empat bidat yaitu Saksi Yehovah, Advent hari ke Tujuh, Christian Science dan Mormon. Gereja Amerika harus mengerti bahwa itu adalah ‘pe-er’ mereka karena semua bidat itu sekarang sudah menjadi racun dunia. Kitab Wahyu tidak boleh dilepaskan dari kitab-kitab yang lain, terutama yang sangat berkait dengan kitab Wahyu adalah kitab Daniel. Kitab Daniel adalah background yang paling mempengaruhi kitab Wahyu dan kitab Wahyu ini menjadi “tetesan terakhir” kitab Daniel dan menjadi muara terakhir kitab Daniel dan di sana dia memuncak menjadi sangat tebal, sangat ekstrak dan sangat menyeluruh bergabungnya seluruh pikiran-pikiran penting dari kitab suci di dalam kitab Wahyu itu.
Mari kita melihat bagaimana Daniel memberi pengaruh dengan tema yang tidak pernah berubah. Dan.1:1-2 ”...datanglah Nebukadnesar, raja Babel, ke Yerusalem dan mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakhim, raja Yehuda dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semua itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya.” Ada sesuatu yang ganjil, janggal dan cukup mencolok sdr lihat di dalam ayat-ayat ini? Ayat 2 menjadi perhatian kita, Tuhan menyerahkan Yoyakhim dan perkakas-perkakas rumah Allah ke dalam tangan Nebukadnesar. Ayat 2 mengisahkan tentang bagaimana suksesnya Nebukadnesar dan bingungnya Yoyakhim serta jelasnya Daniel terhadap satu perkara yang kemudian mempengaruhi seluruh dunia yaitu “Tuhan menyerahkan” bukan saja Yoyakhim, bukan saja Yerusalem, bukan saja kerajaan Yehuda yang sebetulnya kecil dan tidak signifikan itu, tetapi rumah Allah dan perkakas-perkakasnya diserahkan Tuhan ke tangan Nebukadnesar dan bukan itu saja, barang-barang itu dibawa ke rumah dewanya. Ini menarik sekali. Tidak banyak anak muda seperti Daniel, saya percaya, waktu itu. Atau satu-satunya hanya Daniel, sebenarnya yang dengan menggigit giginya, menahan air matanya, dan menekan bara emosi anak muda pada dirinya, untuk kemudian menulis tema yang jelas ini: Tuhan menyerahkan seluruh pekerjaanNya itu kepada Nebukadnesar.
Ada satu jemaat yang sejak usia 26 tahun hingga meninggal tiga tahun yang lalu berusia 56 tahun, dalam 30 tahun terakhirnya harus “isi” darah karena tubuhnya tidak mampu memproduksi darah sendiri. Tetapi pekerjaannya sukses yaitu dia menjadi salah satu agen onderdil mobil Honda yang besar di Jakarta. Tetapi pada waktu kerusuhan Mei 1998 yang lalu dia melongo, barang-barang belanja 3 miliar rupiah di tokonya habis dibakar massa. Tuhan dimana? Dia sudah pelayanan, dia sekolah teologi karena pendeta-pendeta Pantekosta itu bilang dia terlalu banyak dosa sehingga menderita sakit seperti itu dan mesti tebus dosa dengan cara pelayanan di ladang Tuhan. Dia seorang yang sangat jujur di dalam berbisnis dan dia tahu kalau dia masih bisa hidup berarti Tuhan masih beranugerah. Tetapi sekarang dia menyaksikan tanpa daya seluruh hartanya dibakar habis tanpa ada yang bisa diselamatkan. Konon ada politikus Indonesia keturunan Cina yang menyaksikan dengan matanya sendiri bagaimana puterinya diperkosa ramai-ramai tanpa dia bisa melawan. Dia marah dan benci kepada Tuhan, kenapa membiarkan hal seperti itu terjadi. Beberapa waktu yang lalu di Ambon saya berjumpa dengan seorang pendeta yang baru saja kehilangan anak yang begitu dia kasihi, anak yang begitu bagus, tinggi besar, pintar, begitu baik, luka parah pendarahan otak karena kecelakaan dan meninggal di tangannya. Dia teriak-teriak sejadinya, dia mau sobek-sobek Alkitabnya, dia mau lari meninggalkan Tuhan. Dimana Tuhan? Tuhan tidak ada. Kenapa anak yang begitu baik Tuhan ambil? Kenapa bukan saya, pendeta yang brengsek ini?
Belum yang kena penyakit, belum yang kena tipu, belum yang kena musibah ini dan itu. Istilah musibah itu adalah memang cukup menghibur kita ketika kita menghadapi hal-hal yang tidak pernah kita rencanakan dan inginkan. Tidak banyak pemuda seperti Daniel. Alkitab mencatat hanya mencatat empat pemuda saja waktu itu dan yang menonjol adalah Daniel. Dan Daniel mengikuti perjalanan barang-barang yang dianggap sangat sakral itu. Tidak semua orang Yahudi bisa melihat barang-barang Bait Allah. Imam-imampun digilir masuk ke dalam Bait Allah. Sekarang barang-barang yang dari emas itu ditonton ramai-ramai, dipikul dan dibawa dengan penuh sukacita kemenangan dan setengah mengejek. Katanya dewa Israel besar, katanya dewa Israel kuat, katanya dewa Israel bisa membelah laut, katanya dewa Israel bisa mengalahkan Goliat. Sekarang kita gotong barang-barangnya, kita jarah semua. Tidak ada dewa Israel yang namanya Yahweh itu.
Daniel saya perkirakan baru berumur antara 17-21 tahun, masih bau kencur, belum terlalu banyak mengerti pahit getir kehidupan ini. Tetapi apa yang diindoktrinasi kepada mereka, bahwa Yahweh adalah Tuhan Allah yang maha besar yang melakukan segala sesuatu dan tidak ada yang bisa menghalangi pekerjaanNya, sekarang kok ‘membleh’? Perkakas-perkakas itu sekarang digotong satu persatu, bukan saja digotong sampai ke luar kota Yerusalem, tetapi mereka semua juga ditawan dan dibawa sampai ke tanah Sinear, diperkirakan 850 km jauhnya. Tanah Sinear adalah satu tempat yang sangat disukai di jaman purba sebagai satu tempat untuk mendirikan sebuah negara. Jadi di daerah itu bangsa-bangsa saling berperang memperebutkan kerajaan di situ. Ketika Daniel ditawan ke sana, tempat itu adalah di bawah kuasa kerajaan Babel. Sdr bayangkan, dari menangis sampai kering air mata, sampai akhirnya mereka bertanya dalam hati mereka sambil mencari jawab sendiri dan Daniel tidak merasa kesulitan mencari jawab itu. Tentu sebagai seorang anak muda dia harus menahan diri bagaimana Tuhan menyerahkan perkakas-perkakas Bait Allah itu ke tangan dewa Nebukadnesar.
Desember tahun lalu saya terhalang pulang ke Bandung hanya karena urusan-urusan kecil. Memang sudah satu tahun papa saya terbaring terus, usianya sudah 78 tahun. Adik-adik bergiliran di Bandung merawat papa. Saya hanya sempat datang menjumpainya satu bulan sebelumnya dan kali ini dia dalam keadaan sekarat dan menantikan saya untuk kembali sebelum menghembuskan napas terakhir. Tetapi saat itu saya terhalang oleh kemacetan Jakarta dan tidak bisa pulang pada waktunya. Saya menangis sejadi-jadinya di dalam mobil sampai anak saya bingung karena papanya tidak pernah menangis di depannya. Saya ingin berteriak tetapi tidak mampu berbuat apa-apa di tengah kemacetan yang tidak dihindarkan. Saya begitu menyesal. Harusnya pagi-pagi saya sudah pulang, tetapi karena urusan ini dan itu akhirnya baru sore itu bisa berangkat. Tidak sempat. Kita bertanya, kenapa begitu? Saya tahu ada orang yang kehilangan anak yang paling disayang, ditinggal isteri sampai tidak mau makan berhari-hari, ditinggal suami sampai tidak lama ikut menyusul juga, kesulitan yang susah diungkapkan. Orang-orang di sekitar kita tidak bisa mengerti itu.
Daniel punya kesulitan adalah dia bertanya-tanya adakah Yahweh sebenarnya? Di mana Yahweh sebenarnya? Tetapi Daniel menjadi orang pertama, saya percaya, dan akhirnya dia dipakai Tuhan untuk mensukseskan tema yang tidak pernah dibaca oleh yang lain atau tidak pernah dikhotbahkan oleh orang lain, tidak pernah rabi-rabi atau guru-guru besar atau ahli-ahli kitab mengkhotbahkan tema itu: Tuhan menyerahkan seluruh pekerjaanNya ke tangan Nebukadnesar. Tuhan sudah bilng kalau Dia mau pakai batu untuk memuji Tuhan, Dia bisa melakukannya. Apalagi Nebukadnear. Hanya yang menarik bagi kita adalah kesulitan Daniel menarik semua kesimpulan itu menjadi sangat berat untuk diungkapkan. Tuhan menyerahkan Yoyakhim, raja Yehuda dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangan Nebukadnesar. Bukan itu saja, dibawanyalah barang-barang itu, bukan untuk dilebur tetapi untuk ditaruh di rumah dewanya dan kemudian selesai. Tuhan selesai. Kisah mengenai Yahweh menjadi sunyi. There is no God. There is no God. Tema itu menjadi populer. Di dalam mazmur berkali-kali orang Yahudi terjebak di dalam pernyataan-pernyataan seperti itu. Di sana seolah-olah tidak ada Allah. Sunyi. Allah jauh, Allah masa bodoh, Allah tua, Allah pikun, Allah tidak lagi urus kita. Tiga tema itu menjadi tema yang penting sekali di dalam doktrin Allah dan tema itu tidak pernah selesai dibahas oleh dunia ini. Allah jauh, Allah tua, Allah mati.
Islam paling mempopulerkan Allah itu jauh. Waktu sdr mendekat maka Diapun mendekat. Ingat lagu Bimbo “Aku jauh, Engkau jauh… Aku dekat, Engkau dekat.” Itu adalah teologi Islam. Tergantung sdr. Gus Dur sendiri bilang, ”...cuma saudara-saudara kita yang Kristen yang Allahnya dekat. Kita mesti pakai corong panggilNya.”
Istilah “Allah tua” dipopulerkan oleh seorang mantan biarawati Ms. Armstrong lima belas tahun yang lalu dan dia menjadi seorang penceramah yang laku keras di kalangan pebisnis dan peramal futuristik. Allah sudah tua dan sudah pikun, maka kita harus mengambil alih segala pekerjaan Dia. Akhirnya bisnisman langsung cari celah bisnis apa yang paling bagus. Waktu Alvin Toffler dan James Nesbitt yang sangat terkenal dengan ceramah futuristiknya semua dengar mereka untuk mencari peluang bisnis sebelum kiamat datang. Sekarang Megatrend 2000 dan Gelombang 1 dan 2 dan 3 tidak laku karena 10% pun tidak ada ramalannya yang terjadi. Semua omong besar. Benar-benar kita kekurangan waktu untuk itu. Kita hanya tahu hari ini. Yang terakhir adalah “Allah mati.” Sebenarnya sudah lama tema ini muncul tetapi booming lagi di tangan David Hume, seorang filsuf Inggris. David Hume mengatakan bahwa orang Kristen sendiri mengaku Allah sudah mati. Itu sebabnya ada kematian Yesus Kristus. Itu adalah kejujuran yang paling jujur dari orang Kristen menyatakan Allah mati. Hanya kemudian mereka merekayasa menjadikan Yesus Kristus bangkit. Mari kita beralih kepada yang paling jujur, “God is dead.” Maka kita harus mengambil alih keadaan dunia ini dan seluruh semesta ini dengan semaksimal mungkin. Tidak heran kalau orang yang sedang kena musibah, tema-tema itu menjadi menarik buat mereka. Tema-tema itu seoalh-olah dibutuhkan oleh mereka. Apa betul Allah itu tidak ada? Apa betul Allah mati?
Kenapa anakku yang masih kecil meninggal? Kenapa papaku yang masih muda meninggal? Aku masih butuh isteri, tetapi kenapa isteriku kena kanker dan meninggal? Ada orang sampai tidak waras menghadapi hal-hal ini. Ada seorang majelis gereja yang anak laki-lakinya meninggal kena kanker otak, baru SMA kelas 1. Meskipun sudah meninggal beberapa tahun, papanya masih belum bisa terima. Kadang-kadang dia bisa “error.” Dia sendiri mengaku kalau sedang error dia ikuti saja error-nya. Isterinya bilang, orang lain sudah tahu kalau suaminya sedang kangen, dia bisa jalan ke Bakmi gang Kelinci, pesan bakmi dua mangkuk seolah-olah anaknya ada di situ makan bersama dia. Kadang dia pergi ke bioskop dan beli dua tiket seolah-olah anaknya nonton bersama dia. Dia bilang, saya ini majelis, bertahun-tahun melayani Tuhan, tetapi otak saya kosong. Tuhan itu tidak ada. Kenapa Dia kasih anak saya kena kanker? Kalau Tuhan itu ada, kenapa Dia tidak angkat kanker itu dari anak saya satu-satunya? Jadi kalimat “Tuhan tidak ada” cocok bagi dia, kalau begitu mendingan kita gila sendiri saja, karena Tuhan toh tidak menyembuhkan kegilaan saya.
Seorang penatua di satu gereja punya satu cucu kesayangan di antara cucu-cucu yang lain. Saya lihat jenasah anak ini memang manis sekali, baru berumur 3 tahun setengah. Penatua ini bilang, cucu yang satu ini lain sekali, begitu baik, begitu penurut, seolah-olah dilahirkan untuk jadi malaikat. Waktu jalan-jalan di Blok M di lantai 3 jatuh ke bawah dan meninggal. Di tengah kedukaan yang paling dalam itu, sang kakek mengatakan satu kalimat yang begitu menyentuh, “Bertahun-tahun kita terlalu lihat ke bawah karena rejeki Tuhan beri sampai kita tidak kekurangan apa-apa. Sudah jarang kita lihat ke atas. Dari anak ini maka kita sekarang kita lihat ke atas lagi.” Satu kalimat yang sederhana tetapi dalam sekali. Dia mengerti bagaimana dia harus menggembalakan keluarga yang sedang berduka itu. Tuhan menyerahkan Yoyakhim dan segala perbendaharaan rumah Tuhan ke dalam tangan Nebukadnesar. Ketika dia harus meninggalkan Yerusalem sambil menangis sambil juga memperhatikan kemana perkakas-perkakas itu dibawa. Daniel rela menggigit giginya, menekan emosinya dan sabar menanti jawaban dari apa yang sedang dikerjakan Tuhan di dalam hidupnya. Demikianlah tema ini menjadi kuat dan kencang luar biasa di dalam kitab Wahyu, Allah mengontrol segala sesuatu, Allah menyayangi umatNya sampai selembar benangpun tidak Dia ijinkan disentuh Iblis. Itu adalah tema nomor satu yang sdr harus terima bicara mengenai kitab Wahyu, kalau tidak sdr akan meleset menganggap buku ini sebagai satu buku yang menakutkan dan membingungkan. Judul yang jelas: Tuhan Allah mengontrol semua, everything is under His control. Tidak ada satu halpun yang tidak dikontrolNya termasuk Setan atau Iblis.
Why.20:1-6 Tuhan membocorkan, membukakan, memperlihatkan dan memperjelas bahwa Iblispun berada di bawah kontrolNya. Di bagian ini tertulis Allah memerintah dengan pemerintahan seribu tahun. Kata ‘seribu tahun’ jangan langsung dipikir satu ribu. Kata ‘seribu’ itu memang bisa dalam arti jumlah satu ribu, tetapi juga bisa ‘bersifat ribu.’ Jangan lupa kitab Wahyu adalah satu syair Apokaliptik, ini adalah satu tulisan yang metafora. Maka seperti Chairul Anwar menulis “Aku ingin hidup seribu tahun lagi…” artinya bukan harafiah seribu tetapi artinya aku ingin hidup lebih lama lagi. Artinya abadi, selama-lamanya. Maka di dalam kerajaan Seribu Tahun tidak ada satupun yang lepas dari kontrol Tuhan, termasuk Setan di situ. Setan diikat, Setan dilepas, itu urusan Tuhan. Kenapa kemudian kita ikut-ikutan ikat Setan, lepas Setan? Setan bukan di bawah kuasa kita, tetapi Setan itu berada di bawah kuasa Tuhan Allah.
Ayub hidup sampai susah, penuh luka, borokan, apakah itu gara-gara Setan? Tidak. Tuhan ijinkan Setan untuk ‘ngerjain’ Ayub. Bukankah hal itu sudah dibocorkan di depan tulisan Ayub sendiri? Apa sdr pikir itu cuma cerita dongeng? Setan bilang, aku curiga Ayub mengasihiMu karena Engkau terus berkati dia. Coba kalau hidupnya susah, pasti dia akan meninggalkan Engkau. Sdr mau cari background apa lagi? Cuma ini satu-satunya cerita di balik layar ini. Musibah itu tidak bisa kita hindarkan, semua akan dapat giliran. Tetapi kita percaya bahwa tanpa musibah kita tidak melihat Tuhan karena kita terus lihat ke bawah. Musibah itu membuat kita ingat Tuhan. Saya dengar sendiri ada satu pendeta bilang, “Minggu ini saya mendapat penglihatan bahwa Setan sedang dilepas. Jadi jangan pulang malam-malam dan hati-hati dalam berbisnis dan dalam berelasi bisa terpeleset.” Kalimat seperti ini diumumkan di mimbar, dan jemaat makin bingung dan makin bodoh. Salah baca. Salah mengerti. Seribu tahun berarti segala pemerintahan Allah itu tidak berakhir. Segala sesuatu berada di bawah kontrolNya. Termasuk sdr ada di sini. DipeliharaNya kita di sini. Tuhan mengontrol semua. Termasuk di situ pikiran ateismu, termasuk pikiran rebellious-mu, Dia sabar. Dia tunggu. Dia mengelus dada. Dia menanti sampai matang waktunya maka Dia menjelaskan semua itu kepada kita. Everything is under His control. Sejak Kejadian hingga Wahyu, tema ini tidak pernah bergeser. Tuhan mengontrol segala sesuatu di dalam hidup kita. Terpujilah namaNya.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Ringkasan Khotbah (Christmas & Dignity)

Ringkasan Khotbah : 26 Desember 2003
Christmas & Dignity
Nats: Flp 2:5-11
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno
Setelah kita bergumul bersama didalam beberapa tema natal, sampailah kita pada tema yang terakhir dimana melalui tema ini kita akan menggumulkan bagaimana kita dapat melihat natal didalam sebuah paradoksikal. Saat ini perayaan natal telah sedemikian rupa diselewengkan dan di isi dengan berbagai macam bentuk perayaan yang sudah tidak sesuai dengan natal yang sesungguhnya. Kenapa? karena manusia telah gagal menangkap esensi yang sejati dan juga mereka sangat tidak suka dengan esensi natal walaupun sesungguhnya itulah yang mereka cari-cari. Betapa menakutkannya manusia, disatu pihak manusia menginginkannya tetap dilain pihak manusia menolaknya dan membencinya.
Kitab Filipi pasal yang ke-2 merupakan pujian bagi Kristus yang walaupun pendek tetapi semuanya itu dapat membangun totalitas daripada rahasia kehidupanNya. Khususnya ketika kita membaca ayat yang ke-7 dimana Yesus rela mengosongkan diriNya sendiri lalu mengambil rupa seorang hamba. Citra seperti ini sangat sulit untuk dapat diterima oleh pikiran manusia terutama oleh para pemuda. Pemuda-pemudi pada zaman sekarang terus-menerus didorong, dididik, dimotivasi dengan prinsip-prinsip yang sangat bertolak belakang dengan apa yang Kristus lakukan. Dimanapun kita berada, disitu kita selalu dituntut bagaimana untuk menjadi tenar, berpengaruh besar, bernama besar. Ketika kita masuk kedalam masa kuliah, kita mulai dipengaruhi dengan berbagai macam “setelah lulus ingin jadi apa?”, “mau sekolah sampai mana?”, “bagaimana kau mencapai sukses?”, dsb. Manusia sedemikian gila ingin di agungkan, di puji-puji, dimuliakan. Bagaimanakah mereka mengejar semua itu? bagi mereka langkah yang terutama adalah bagaimana mempunyai uang sebanyak-banyaknya. Mereka berpikir kalau mereka mempunyai banyak uang, maka mereka akan mendapatkan semua hal bahkan kehormatan, kedudukan, barang-barang mewah yang akan ditempelkan di seluruh tubuhnya dengan harapan dirinya juga akan ikut menjadi mewah. Padahal kalau kita lihat perjalanan hidup seorang manusia yang mempunyai prinsip seperti ini, justru uang yang akan menghancurkan seluruh hidupnya. Betapa kasihan.
Ketika natal tiba, bagi sebagian banyak pemuda-pemudi adalah kesempatan untuk menunjukkan semua yang dimilikinya. Dan memang itulah yang menjadi evaluasi bagi diri mereka selama setahun. Sehingga begitu natal tiba, semua orang mulai mengejar kapan dan berapa bonus yang akan mereka terima dari perusahaan. Konsep natal yang ada dipikiran mereka telah menjerumuskan diri mereka sendiri. Maka tidak heran korban yang paling besar dari peringatan akan hari natal adalah para pemuda-pemudi. Banyak pemuda-pemudi yang pada waktu natal malah mati kecelakaan, kehilangan keperawanan, semua uang dihabiskan di meja judi dan night club. Kerusakan dan kehancuran moral yang paling tinggi justru terjadi pada waktu natal! Dan semua itu terjadi karena manusia gagal dalam mencari dan mendapatkan sebuah dignity. Mereka sangat menginginkan dignity, kehormatan, dan nilai, tetapi mereka bukannya mendapatkannya malah kehilangan. Yang lebih parah lagi, belum tentu mereka menjadi sadar akan kehilangan tersebut. Sudah hilang tetapi masih tidak sadar kalau sudah kehilangan.
Terdapat sebuah cerita dimana terdapat 2 wanita yang telah hancur hidupnya. Salah satu dari mereka hanya bisa berkata “mau bagaimana lagi?, kita bagaikan sebuah apel busuk yang berada di sebuah keranjang”. Kemudian yang satunya menjawab, “bukan. Kita adalah apel busuk di sebuah tong sampah. Dikeranjang tidak ada yang busuk”. Manusia ingin dignity, tetapi malah dapat tong sampah. Kenapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa aspek yang pada saat ini akan kita pelajari. Kenapa natal bisa begitu menjerumuskan manusia tetapi natal juga bisa membawa manusia untuk dapat menemukan dan memegang esensi yang sejati dari hidup yang penuh dengan dignity yang telah Tuhan sediakan bagi setiap manusia.
Pertama, ketika manusia “katanya” berhasil memegang dignity, secara duniawi ternyata manusia telah tertipu. Manusia begitu ditinggikan dengan tujuan supaya bisa dijatuhkan. Ketika manusia jatuh kedalam dosa, manusia menjadi kehilangan kemuliaan. Mereka akan berjuang untuk mencari kemuliaan sehingga akibatnya manusia begitu suka dibohongi dan ditipu karena mereka perlu mengisi hati mereka tetapi salah mencari. Apakah benar manusia ingin jujur?, hidup benar?, tidak. Manusia hanya ingin apa yang dia inginkan. Manusia ingin nafsu mereka dipenuhi! Coba saja engkau bicara jujur dengan kekasihmu dengan mengatakan bahwa dia tidak cantik tetapi jelek, apakah dia senang dengan kejujuran kita? tidak. Bahkan dia akan sangat marah mendengar kebenaran itu. Mulutnya memang meminta kita untuk berbicara jujur tetapi bukan itu yang dia inginkan. Walaupun dirinya sendiri tahu kalau wajahnya memang jelek, tetapi dia lebih suka dibohongi. Dan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, manusia tidak saja suka dibohongi tetapi mereka juga rela untuk melakukan/menerima apa saja. Ada manusia yang rela kehabisan uang agar dia bisa dihargai oleh teman-temannya sebagai orang kaya. Bagaimana caranya? dengan membayari teman-temannya tersebut ke restoran yang termahal. Manusia tidak lagi mengerti bagaimana seharusnya hidup, apa itu realita kehidupan. Inilah efek kejatuhan dosa.
Kenapa Kristus perlu hadir di dunia? untuk menebus dosa manusia. Kalau manusia tidak berdosa, tidak mungkin ada natal. Kalau ada satu saja cara yang lebih mudah untuk menyelesaikan dosa, Kristus tidak perlu datang untuk kemudian di salib. Jadi secara logika, Kristus adalah satu-satunya juru selamat bagi manusia! Perlu adanya kuasa Tuhan untuk menebus dan menerobos setiap dosa manusia. Inilah kunci pertama, jika seseorang ingin kembali kepada kemuliaan yang sejati dia harus sadar bahwa natal adalah hadirnya Kristus di tengah-tengah dunia yang berdosa. Dia rela menjadi manusia. Dia rela lahir dikandang. Dia rela dihina oleh ciptaanNya, menderita sampai akhirnya mati dikayu salib dengan tidak adanya keadilan bagi Dia. Semua yang dilakukan oleh Yesus memang sulit untuk dapat dimengerti oleh kita tetapi inilah fakta. Kita adalah orang berdosa.
Kedua, manusia juga harus sadar bahwa dirinya adalah mahkluk yang terbatas. Dan kalau kita melihat kembali, natal adalah peristiwa dimana Allah yang tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi oleh apapun rela masuk kedalam suatu wilayah yang terbatas dan yang sangat membatasi diriNya. Jika pada hari ini kita berada di Surabaya, pada saat yang sama tidak mungkin kita berada di Jakarta. Kita di kunci oleh waktu dan ruang. Oleh karena itu sebenarnya manusia tidak boleh membiarkan waktu lewat begitu saja. Jangan pernah menyesal atas semua hidupmu dengan cara hiduplah dengan cara yang paling tepat dan dengan pertimbangan yang paling akurat. Jika sekali saja kita merasa menyesal itu berarti kita sudah terlambat. Waktu telah lewat dan mustahil bisa mundur kembali untuk penyesalan kita. Lalu bagaimanakah caranya mempunyai hidup yang tepat? hanya melalui pertobatan. Pertobatan berbeda dengan penyesalan. Penyesalan terjadi karena sudah terjadi dan menyadari kesalahannya. Tanpa adanya kesadaran, mustahil seseorang mau menyesal walaupun apa yang telah dia lakukan adalah kejahatan. Seseorang hanya menyesal karena apa yang dia lakukan telah diketahui oleh orang lain dan mau tidak mau harus menerima hukuman/konsekwensi dari perbuatannya. Seorang pencuri hanya merasa menyesal ketika dia sudah tertangkap. Jikalau dia tidak tertangkap, tidak akan pernah sekalipun dia merasa menyesal atas perbuatannya. Dan orang yang menyesal belum tentu bertobat. Orang yang bertobat adalah orang yang tidak menunggu tertangkap sudah menyadari kesalahannya kemudian membalik arah hidupnya kepada kebenaran. Seseorang bisa bertobat karena ada seseorang yang menyentuh hatinya, yaitu Tuhan. Pertobatan membuat kita mengerti bahwa segala kejahatan dan kerusakan moral yang kita lakukan akan terkunci didalam waktu yang tidak mungkin bisa dihapus dari sejarah kita.
Lihatlah pemuda-pemudi yang setiap hari berkumpul di pinggir-pinggir jalan setiap malam hari. Setiap hari mereka hanya membuang waktu mereka dengan menggosip, mabuk-mabukkan, karaoke, bercanda, pacaran, dll. Usia mereka masih sangat muda tetapi mereka sudah membuang-buang hidup dan kesempatan. Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan kelak akan menghancurkan hidup mereka sendiri. Ketika mereka sudah dewasa, semua orang yang seusia dengan mereka telah menjadi orang-orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat, tetapi sebaliknya mereka menjadi orang yang merusak masyarakat. Mereka akan menjadi gelandangan, pengemis, dan yang lebih parah lagi menjadi perampok karena mereka iri hati melihat orang-orang yang sukses dan mempunyai kehidupan yang baik. Mereka tidak sadar bahwa mereka sudah membuang semua kemungkinan yang bisa mereka miliki sama seperti orang lain. Apakah mereka menyesal? tidak, justru meyalahkan keadaan mereka yang tidak kaya sehingga tidak ada kesempatan. Padahal kalau kita lihat faktanya, lebih banyak pemuda-pemudi yang berasal dari keluarga miskin dapat mencapai kesuksesan daripada pemuda-pemudi yang berasal dari keluarga kaya. Apa yang telah Tuhan kerjakan melalui natal ingin menunjukkan kepada kita apa itu kemuliaan yang sesungguhnya. Tuhan ingin mengajak kita untuk berani menerobos kedalam wilayah kekekalan.
Ketiga, ketika kita melihat sesama kita dan dunia ini, seharusnya kita sadar bahwa satu fakta yang paling penting yang tidak dapat kita ingkari adalah  manusia semakin lama hidupnya semakin hina. Manusia dimanapun bisa menjadi semakin kaya, pandai, berkedudukkan tinggi tetapi tingkat moralitas terus merosot. Kota-kota yang makin modern dan berteknologi tinggi ternyata moralnya lebih bejat daripada orang-orang yang memiliki hidup sederhana. Betapa indahnya penampilan sampah, sampah tetaplah sampah. Untuk inilah Kristus datang. Dia datang untuk mengangkat kita keluar dari tempat sampah. Apakah ini sebuah pekerjaan yang mudah? tidak, karena di dalamnya terdapat ikatan yang mencengkram kita. Sama dengan sebelum seseorang merokok, dirinya begitu bebas untuk memilih untuk merokok atau tidak karena dirinya belum jatuh kedalam dosa. Tetapi setelah dia menjadi pecandu, tidak ada lagi kebebasan seperti dulu. Dia tidak mampu lagi untuk menolak setiap tawaran dan rayuan karena dirinya sudah dicengkram oleh dosa. Dan dosa akan terus mencengkram dia sampai mati. Inilah salah satu bukti yang paling sederhana untuk menunjukkan kekuatan dosa. Setiap manusia yang telah di ikat oleh dosa tidak dapat disadarkan. Walaupun ada kemungkinan akan kesadaran, manusia tersebut tetap tidak dapat keluar dari ikatan dosa, mirip seperti AIDS. Yang bisa hanyalah terus mencoba memperpanjang waktu untuk tidak cepat mati. Kalau sudah begini, hidup menjadi begitu menyedihkan.
Maka, hiduplah didalam Tuhan sebelum hal itu tiba pada kita. Kita harus berani mengakui bahwa kita adalah mahkluk yang lemah dan terbatas. Dan ketika kita berani mengakui hal seperti ini, kita bisa datang kepada Yesus. Ketika orang menghina kita, kita bisa melepaskan hinaan itu. Kita perlu mengingat bahwa Yesus datang bukan di istana Herodes. Dengan itu Yesus ingin berkata bahwa Dia tidak takut untuk dihina orang lain karena kehinaan tidak pernah berasal dari luar tetapi berasal dari dalam. Orang lain mungkin saja tidak melihat kehinaan kita. Mereka begitu memuji-muji kita, tetapi kita tetap mengetahui ada kehinaan pada diri kita dan kita tidak layak untuk menerima puji-pujian tersebut. Jadikan Kristus sebagai teladan hidupmu. Kalau kita bisa menerima ini, kita bisa menjalankan apa yang Tuhan kehendaki pada diri kita. Untuk apa? Kemuliaan manusia bukan berasal dari diri sendiri tetapi berasal dari Allah yang akan diserahkan kepada kita (ayat 9). Jadi kita bisa menjadi mulia karena Allah kita adalah Allah yang mulia. Dan ketika kita di tengah-tengah perjalanan hidup kita khususnya di akhir tahun ini, pandanglah natal dan lihatlah kemuliaan Tuhan yang ada di sebuah kandang. Janganlah mencari kemuliaan sendiri dengan segala perhiasan, mobil mewah, baju baru, dll karena semua benda-benda mati itu hanya dihargai oleh orang-orang yang hina. Jangan menghargai orang yang seperti ini tetapi hargailah orang-orang yang memang dirinya patut untuk dihargai walapun begitu miskin. Berdoalah agar Tuhan menuntun kita untuk mendapatkan KemuliaanNya dan semoga kemuliaan yang diberikan kepada kita dapat kembali memuliakan nama Tuhan.
Natal juga selalu dihubungkan dengan “Lahirlah Kristus anak Daud”. Daud adalah seorang yang begitu indah dan layak menjadi teladan bagi kita. Mungkin kalau kita disuruh kembali kepada Kristus, ada orang yang yang bertanya mana mngkin kita menjadi seperti Kristus? Kristus dipermuliakan oleh Bapa, lalu bagaimanakah dengan kita? mungkinkah seperti Kristus?  Ya ! Itulah yang memang disediakan bagi kita lewat kedatangan Kristus. Tetapi jika engkau menganggap mustahil, lihatlah Daud. Daud adalah anak bungsu yang bertugas untuk menggembalakan ternak. Dan ketika Tuhan mengutus Samuel untuk mencari pengganti Saul, Isai memperlihatkan anak-anaknya yang  begitu gagah, tampan, dan keren, tapi malah ditolak oleh Samuel. Anak yang oleh ayahnya sendiri saja direndahkan justru dipilih oleh Samuel. Secara mata manusia Daud di remehkan oleh seluruh keluarganya, tetapi apa yang dilihat oleh dunia, tidak di pandang oleh Tuhan. Dialah orang yang akan dipakai oleh Tuhan. dan tidak itu saja, tetapi satu-satunya atribut yang diberikan kepada Yesus juga diberikan kepada Daud, “Inilah hambaKu yang ku perkenankan”.
Daud begitu mengerti dimana posisinya dan tahu diri. Dia tidak pernah peduli dan memusingkan akan posisinya sebagai gembala yang diremehkan oleh orang tuanya. Tetapi dia hanya tahu satu hal, yaitu bagaimana hidup memuliakan nama Tuhan. Itulah suatu integritas hidup yang tidak dapat digoyahkan oleh apapun juga termasuk oleh kemewahan dunia. Walaupun ketika dia sudah ditahbis sebagai raja, Daud tidak pernah gila hormat. Berkali-kali temannya merayu dia untuk menghabisi riwayat Saul tetapi dia tetap menolak, “Tuhan yang memilih Saul, biarlah Tuhan yang menghakimi Saul”. Daud begitu menjaga dan memelihara kemuliaan yang berasal dari Tuhan. Maka tidak heran kalau bagaimanapun juga Tuhan tetap memelihara Daud. Maukah kita hidup seperti Daud?
Marilah kita kembali memandang natal yang sejati ketika begitu banyak gereja yang semakin lama tambah semakin gila. Ketika natal tiba begitu banyak gereja yang terkesan seperti sebuah perayaan daripada sebuah kebaktian. Natal tidak lagi kembali kepada kebenaran, memandang kepada Kristus, dan berusaha hidup benar, tetapi malah ribut bagaimana memenuhi kursi gereja dengan menggunakan cara-cara yang sangat duniawi mulai dari makan besar, bagi-bagi souvenir, dsb. Tidak ada lagi orang yang memikirkan kebenaran apa pada tahun ini yang akan Tuhan berikan kepada kita. Yagn dipikirkan cuma perut dan makanan. Kalau sudah seperti ini, bukankah natal-pun dibuat sedemikian hina oleh gereja sendiri? Natal seharusnya menjadi sesuatu yang anggun, yang membawa manusia kepada hidup yang mulia. amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Ringkasan Khotbah (Empiricism: Inevitable Experience)

Ringkasan Khotbah : 19 Maret 2004
Empiricism: Inevitable Experience
Nats: Kis 9:1-9
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang adalah suatu hal yang bersifat subjektif sehingga semua pengalaman tersebut tidak boleh digunakan untuk membangun kebenaran karena kebenaran harus bersifat objektif. Pengalaman boleh berbeda tetapi kebenaran hanya boleh ada satu. Kalau kita berani membangun kebenaran berdasarkan pengalaman, maka kebenaran tersebut pasti berubah menjadi kebenaran yang subjektif. Artinya, hanya diri kita sendiri yang menganggapnya benar sedangkan orang lain belum tentu beranggapan demikian. Dan kebenaran semacam itu bukanlah kebenaran melainkan ketidak benaran.
Lebih jauh lagi, ada beberapa pengalaman yang tidak dapat kita hindari selama kita hidup sehingga kalau setiap pengalaman yang sifatnya unik tersebut digunakan untuk membangun kebenaran, dunia ini pasti akan menjadi hancur berantakan karena setiap orang tidak peduli dengan apapun, termasuk Firman Tuhan. Memang ada pengalaman yang terjadi karena konsekwensi dari tindakan kita sebelumnya, tetapi ada juga pengalaman yang mau tidak mau kita harus mengalaminya.
Ketika kita melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki, terdapat satu pengalaman yang tidak dapat kita hindari, yaitu: kaki kita akan terluka. Tetapi apakah benar tidak dapat kita hindari? Pengalaman kaki terluka itu sendiri memang tidak terelakkan, tetapi keputusan berjalan kaki adalah suatu pilihan bagi kita. Kita bisa saja memilih untuk menggunakan taksi atau bus, dan kaki kita tidak akan terluka. Berarti pengalaman kita pada hari itu bukanlah pengalaman yang tak terelakkan tetapi akibat dari keputusan kita. Maka pada waktu itu yang dipermasalahkan bukan akibatnya tetapi penyebabnya. Kita perlu belajar untuk melihat dan berani menanggung resiko dari setiap keputusan kita.
Tetapi pada malam hari ini bukan pengalaman demikian yang akan kita lihat tetapi pengalaman yang datangnya sama sekali tak terduga dan diluar perhitungan kita. Bagian ayat Alkitab yang kita baca pada saat ini merupakan pengalaman yang benar-benar tidak terelakkan. Paulus berulang kali berusaha untuk menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen dan pada waktu itupun dia ingin mengulangi pengalaman tersebut. Bahkan di dalam beberapa aspek, pengalaman itu telah berjalan karena pada waktu itu Paulus hampir sampai ke kota Damsyik. Namun terdapat satu hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Tuhan menginterupsi hidupnya.
Cerita di atas membuktikan bahwa ternyata ada pengalaman yang bisa terjadi bukan karena tindakan kita sebelumnya atau akibat dari keputusan kita, sehingga mau tidak mau kita harus menghadapinya. Maka untuk menghadapi pengalaman yang benar-benar tak terelakkan, kita perlu mengetahui penyebabnya sehingga kita bisa memberikan reaksi yang tepat. Secara manusiawi terdapat 2 penyebab, yaitu: pertama, kondisi atau situasi. Contohnya: ketika kita tengah mengendarai sebuah mobil, terdapat gunung es yang longsor dan mengakibatkan semua jalan mendadak tertutup oleh es. Bongkahan es yang begitu besar menyebabkan kita tidak bisa bergerak sama sekali sehingga akhirnya semua urusan kita menjadi tertunda. Penyebab kedua adalah orang lain. Contohnya: ada seorang sopir truk yang sedang bertugas dalam keadaan mabuk dan tiba-tiba dia menabrak kendaraan kita. Padahal kita sudah berhati-hati tetapi orang lain yang membuat kita kesusahan.
Tetapi secara non manusiawi juga terdapat 2 penyebab, yaitu: pertama, iblis yang mencobai kita. Iblis sangat suka mengganggu kita sampai iman kita tergoncang. Contohnya adalah kisah Ayub dan isterinya. Iblis terus-menerus mencobai Ayub agar imannya tergoncang, tetapi yang tergoncang malah iman isterinya. Penderitaan dan kemiskinan telah membuat isterinya Ayub salah memberikan respon kepada Tuhan. Jangan sampai kita seperti isterinya Ayub. Walaupun kita orang yang paling saleh di seluruh dunia, bukan berarti iblis tidak akan pernah mencobai kita. Bayangkan kalau iblis mencobai kita dengan penyakit yang mematikan, apakah itu akan menjadi alasan bagi kita untuk mencari kesembuhan kepada dukun? Celakalah dirimu kalau engkau menganggap dukun lebih hebat dari Tuhan.
Penyebab yang keempat adalah campur tangan Tuhan. Dan inilah yang terjadi kepada Paulus. Kalau kita bisa membeda-bedakan pengalaman kita sendiri, maka respon kita kepada Tuhan pasti tepat dan kita tidak akan asal-asalan emosi dan memaki-maki orang, apalagi kalau pengalaman itu adalah pengalaman yang kontroversial. Artinya, pengalaman yang terjadi itu tidak selaras dengan pikiran kita selama ini. Tetapi sebaliknya, apabila pengalaman yang terjadi selaras dengan pikiran kita, terkadang makna di balik pengalaman itu akan terlewatkan oleh pikiran kita. Bagi orang dunia, Injil adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Sedangkan bagi orang Kristen, pengalaman dunia adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Kalau kita benar-benar seorang Kristen, semakin lama pengalaman-pengalaman Kristen seharusnya semakin selaras dengan pikiran kita. Yang berbahaya adalah kalau kita terlalu terbiasa dengan pengalaman yang selaras, kita akan menjadi cuek. Semua pengalaman yang Tuhan ijinkan kepada kita sudah tidak bermakna di dalam hati kita. Dan kebanyakan justru inilah yang terjadi pada diri kita.
Pengalaman yang merupakan konsekwensi dari keputusan kita sebelumnya tidak memiliki nilai yang begitu besar karena kita mengerti kenapa itu terjadi. Kalau seorang pencuri tertangkap basah dan dipenjara, maka pengalaman penjara itu bukanlah hal yang berarti karena dia sudah mengerti kenapa dia dipenjara. Tetapi berbeda dengan inevitable experience. Pengalaman yang tak terduga sama sekali memiliki nilai yang begitu besar karena ada kemungkinan Tuhan sedang berbicara kepada kita. Tetapi masalahnya kita sangat sulit menganggap sebuah pengalaman yang selaras dengan pikiran kita sebagai inevitable experience. Kalau kita mendengarkan kesaksian yang sering terjadi, hampir semua orang selalu menceritakan bagaimana susahnya dulu dan kemudian tiba-tiba mendapatkan berkat dari Tuhan menjadi sembuh, kaya, dll. Jarang sekali ada orang yang menceritakan bagaimana Tuhan sudah memberikan berkat di sepanjang hidupnya walaupun dia merasa tidak pantas menerimanya. Orang seperti ini bukan ribut dapat berkat tetapi ribut bagaimana menggunakan berkat yang sudah ada semaksimal mungkin untuk Tuhan dan orang lain.
Sebelum Tuhan berbicara kepada Paulus, dia pikir bahwa apa yang dilakukannya selama ini cocok dengan pikiran Tuhan. Tetapi peristiwa di tengah jalan itu membuat seluruh pikirannya terkoreksi. Begitu pula dengan kita. Kita pikir selama ini kita sudah mengikuti jalan Tuhan, kita sudah cukup berjuang dan melayani Tuhan. Marilah pada hari ini kita kembali menguji semua itu. Kita harus bertanya, siapakah kita? Ada begitu banyak pengalaman yang terjadi, tetapi bagaimanakah tindakan kita selanjutnya? Keunikan apa yang terdapat pada inevitable experience?
Pertama, inevitable experience selalu bersifat personal. Ketika kita sedang berada di dalam bus bersama dengan banyak orang, tiba-tiba bus tersebut kecelakaan. Maka pengalaman kecelakaan tersebut dialami oleh semua penumpang, termasuk kita. Tetapi, pengalaman yang kita alami tersebut adalah tetap pengalaman pribadi kita. Demikian pula dengan apa yang dialami oleh Paulus. Ketika Tuhan berbicara beserta dengan cahaya yang sangat menyilaukan, hanya Paulus yang mengerti dan buta matanya. Walaupun banyak orang yang menyertai Paulus, tetapi mereka semua tidak mendengar dan melihat dengan jelas seperti Paulus. Itu sebabnya mereka menjadi bingung dan tidak buta. Kelihatannya banyak orang yang melihat dan mendengar, tetapi kenyataannya hanya Paulus yang mau dipakai oleh Tuhan. Dari sini kita baru sadar bahwa kita perlu menguji setiap inevitable experience dan bertanya apakah kehendak Tuhan? Walaupun mungkin yang campur tangan adalah iblis, tetapi di belakang itu pasti ada rencana Tuhan.
Kedua, kalau pengalaman itu terjadi pada anak Tuhan yang sejati, maka di dalamnya Tuhan mau bekerja di dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan. Oleh sebab itu, kita harus dapat melihat setiap pengalaman secara positif. Ketika matanya Paulus buta, ternyata hatinya justru tercelik. Apa yang selama ini dianggapnya sebagai kehebatan dan kebanggaan berubah menjadi sampah dan dosa. Seluruh rencana dan kekuatan hidupnya dihancurkan oleh Tuhan, tetapi setelah itu dia sadar bahwa Tuhan memiliki rencana dan kekuatan yang lebih besar. Apakah kita rela masuk ke dalam pengalaman seperti ini? Apakah kita rela semua rencana dan pengalaman kita diinterupsi oleh Tuhan? Kalau kita melulu hanya menjalankan rencana kita saja, maka kita tidak akan pernah memiliki pengalaman yang besar bersama Tuhan karena kita tidak pernah mengijinkan Dia masuk ke dalam hidup kita.
Setelah matanya Paulus sembuh, secara pikiran manusia terdapat kemungkinan kalau Paulus tetap tidak bertobat bahkan mungkin malah semakin kejam karena Tuhan sudah menghancurkan dia. Begitu juga dengan kita, terkadang Tuhan bisa menghancurkan total seluruh studi dan profesi kita agar kita  bisa dibentuk oleh-Nya. Dan untuk melihat hikmat seperti ini diperlukan kepekaan dan kerelaan hati yang sangat besar sehingga kita mengerti maksud Tuhan dan rela berkorban mengikuti pimpinan-Nya. Jangan sampai kita seperti orang dunia yang kalau diberitahu kebenaran bukannya sadar dan bertobat tetapi malah marah-marah sampai mau pukul orang. Bersikap seperti ini memang sangat susah, tetapi inilah salah satu cara Tuhan bekerja untuk merubah kita.
Ketiga, inevitable experience bersifat progresif. Artinya, kalau kita semakin teliti melihat pengalaman-pengalaman yang sangat unik, maka kita akan semakin mengenal Allah dengan jelas. Kalau setiap rencana kita pribadi selalu tergenapi, maka kita tidak akan pernah mengetahuinya apakah itu rencana Tuhan atau tidak karena itu adalah hal yang sangat logis. Dengan segala kelakuan jahatnya Paulus bertujuan ingin semakin mengenal dan melayani Tuhan, hanya caranya yang salah. Tetapi kalau kita bandingkan semangat orang-orang Kristen zaman sekarang dengan semangat Paulus bahkan sebelum dia bertobat, Paulus jauh lebih giat. Apalagi dibandingkan dengan setelah dia bertobat. Sebelum bertobat, Paulus sangat giat melayani “Tuhan”. Tetapi setelah bertobat, dia jauh lebih giat dari sebelumnya. Kenapa ini terjadi? Karena dia semakin mengenal Tuhan. Berulang kali Tuhan menginterupsi jalan hidupnya dan itu membuat dirinya semakin mengenal Tuhan. Dan bukan hanya itu, tetapi dia juga semakin taat kepada Tuhan
Memang sangat baik kalau kita berusaha mengenal Tuhan dengan membaca buku-buku teologi. Tetapi kalau kita hanya mengandalkan itu saja, kita hanya akan mengenal Tuhan sebatas teori. Tuhan yang berpribadi sama sekali belum menyentuh hati kita. Dan pengenalan yang demikian dangkal tidak akan merubah hidup kita. Inevitable experience hanya bisa membuat kita semakin megenal Allah ketika kita dapat merasakannya sebagai pengalaman pribadi dan dapat melihatnya secara positif. Sebagai pemuda-pemudi, kita masih memiliki waktu yang panjang. Dan waktu yang panjang itu pasti disusun dengan untaian pengalaman demi pengalaman. Kalau kita bisa teliti dan belajar dari setiap pengalaman itu, maka hidup kita akan sangat kaya karena di balik setiap pengalaman itu ada berkat Tuhan untuk kita. Amin.

Diposting OLeh : eki kawamasi

Ringkasan Khotbah (Sacrifice & Dedication)

Ringkasan Khotbah : 16 April 2004
Sacrifice & Dedication
Nats: Mat 20:28
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Banyak di antara kita pasti tahu apa artinya kata sacrifice dan dedication dalam bahasa Indonesia, tapi mungkin kita akan sangat jarang sekali melihat kedua kata tersebut di dalam hati orang-orang pada zaman sekarang. Kadang-kadang kita masih bisa menemukan orang yang berkorban dan mendedikasikan seluruh seluruh hidupnya untuk sesuatu hal, tetapi mereka melakukannya dengan motivasi, penerapan, dan tujuan yang sangat jahat.
Perikop Alkitab pada hari ini bukan hanya membicarakan tentang diri Kristus tetapi juga setiap kita yang membacanya diminta supaya kita semakin sama dengan-Nya. Banyak orang yang menggunakan ayat ini secara keliru, yaitu supaya kita memiliki kekuatan supranatural sama seperti Yesus. Sebagai orang Kristen kita tidak boleh mempermainkan kebenaran untuk memenuhi keinginan diri sendiri. Walaupun kita telah membaca Alkitab berkali-kali, belum tentu kita adalah seorang Kristen yang sejati kalau ternyata kita suka memilah-milah Alkitab berdasarkan apa yang kita suka dan apa yang bisa kita manfaatkan. Kita akan selalu gagal untuk melihat kebenaran Tuhan kalau kita tidak pernah setia untuk kembali kepada Firman berdasarkan Firman, bukan berdasarkan asumsi-asumsi.
Paskah merupakan peristiwa yang sangat unik dan istimewa bagi anak-anak Tuhan. Semua orang di segala tempat dan budaya bisa merayakan natal bahkan jauh lebih meriah daripada orang Kristen sendiri, tetapi tidak semua orang bisa merayakan paskah. Setiap manusia pasti memiliki hari ulang tahun, termasuk Yesus. Tetapi kalau kita berbicara tentang paskah, maka kita sedang berbicara tentang keunikan Kekristenan, the Finality of Christianity. Paskah berarti puncak finalitas dari iman Kristen sehingga tidak ada seorang pun selain anak Tuhan yang bisa merayakannya! Semua orang di dunia pasti memiliki momen kelahiran tetapi Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang mampu bangkit dari kematian untuk mengalahkan kuasa iblis dan untuk menyelamatkan kita.
Kata-kata sacrifice dan dedication berhasil dirangkai dengan begitu indahnya di dalam momen kematian dan kebangkitan Kristus. Memang sampai dengan hari inipun kita masih bisa menemukan orang-orang yang rela melakukan pengorbanan bahkan sampai mati, tetapi apakah pengorbanan yang begitu besarnya mampu memberikan nilai yang sepadan dengan pengorbanan itu sendiri? Ada 2 macam pengorbanan yang bisa kita temukan di dunia. Pertama, pengorbanan yang penuh dengan kesia-siaan. Orang seperti ini sangat kasihan sekali karena dia merasa bahwa dirinya telah berkorban begitu besar tetapi ternyata hasilnya tidak sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan. Contoh yang paling sering terjadi adalah cerita mengenai gadis-gadis yang begitu mencintai pacarnya sampai rela mengorbankan keperawanannya untuk diberikan kepada pacarnya. Tetapi sayangnya pengorbanan tersebut berakhir dengan kekecewaan yang sangat dalam karena tidak diterima dengan kesetiaan tetapi dengan pengkhianatan. Apakah pengorbanan seperti ini layak untuk dilakukan demi cinta?
Tetapi pengorbanan yang kedua adalah pengorbanan yang di dalamnya terdapat nilai yang sejati. Pengorbanan seperti ini tidak pernah menjadi pengorbanan yang sia-sia tetapi pengorbanan itu akan selalu dikenang di sepanjang sejarah. Pengorbanan semacam inilah yang dilakukan oleh banyak misionaris dan salah satunya adalah Nomensen yang. Banyak misionaris sebelum dia yang mati dibunuh di daerah Batak dan dia juga diperingati oleh banyak orang untuk tidak ke sana, tetapi dia tetap berangkat dengan meninggalkan semua miliknya. Akhirnya, dia dipakai oleh Tuhan dengan sangat luar biasa sehingga pengorbanannya tidak sia-sia tetapi justru dikenang hingga hari ini. Begitu pula dengan Hudson Taylor, John Sung, dan yang paling besar, yaitu: Yesus Kristus.
Bagi orang-orang dunia, pengorbanan Yesus di atas kayu salib adalah suatu pengorbanan yang sangat bodoh karena mereka hanya melihat sampai kepada kematian Yesus saja dan tidak melihat bahwa itulah satu-satunya jalan bagi Yesus untuk membawa seluruh dunia kepada kemenangan dengan kebangkitan-Nya. Tetapi yang tidak mengerti rencana besar ini bukan saja manusia tetapi juga termasuk iblis karena kalau dia mengetahui rencana Allah Bapa, maka dia justru akan membiarkan Yesus sehingga tidak mati di kayu salib dan iblis akan menang. Dari sini kita mengerti bahwa iblis tidak maha tahu dan itu mengakibatkan kekalahan di pihaknya karena ternyata Yesus bisa bangkit. Inilah pengorbanan yang sangat berharga bagi setiap manusia. Kalau Yesus tidak dianiaya, dihancurkan, dan diremukkan hingga mati, maka pengorbanan-Nya belum mencapai apa yang mungkin dialami oleh manusia karena dosa-dosanya.
Kemudian, pengorbanan Yesus bukanlah sekedar pengorbanan yang kosong melainkan keluar dari sebuah dedikasi yang murni dengan nilai yang sangat besar. Sejak awal Yesus telah mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Inilah paskah, sebuah pengorbanan yang muncul dari dalam hati yang penuh dengan dedikasi. Secara singkat kita akan mempelajari bahwa melakukan dedikasi pun ternyata memiliki 3 motif, yaitu:
Yang pertama dan yang paling parah adalah seseorang melakukan dedikasi karena dirinya adalah seorang yang bodoh. Orang seperti ini disuruh apapun pasti taat walaupun dirinya tidak mengerti apa-apa. Dan orang seperti ini ada banyak sekali di dunia, orang yang merasa dirinya pintar tetapi melakukan dedikasi yang bodoh, inilah orang yang paling bodoh. Ketika kita mendedikasikan hidup kita untuk suatu hal yang sangat bodoh, maka hal itu akan terus-menerus menjadi pukulan bagi diri kita sendiri karena kita selalu menjadi korban dan seluruh dedikasi tersebut juga tidak berada di dalam kebenaran yang sejati.
Yang kedua adalah dedikasi yang muncul karena adanya rasa takut kepada pihak lain. Ada beberapa orang dan negara seperti diktator, komunis, yang akan selalu mengancam dan mengintimidasi kita sehingga itu membuat kita takut dan terpaksa mendedikasikan hidup kita kepadanya. Jenis ketakutan yang lain adalah kita merasa takut kepada diri kita sendiri atau takut nama baik kita hilang. Dedikasi yang seperti ini sebenarnya bukanlah sebuah dedikasi yang sungguh tetapi hanya berusaha bertanggung jawab daripada nama baik kita hilang. Seorang pegawai bisa mengerjakan perintah atasan dengan segala kekuatan dan pikirannya, tetapi apakah ini bisa dibilang dedikasi? Belum tentu, karena terdapat alasan yang lain, yaitu daripada nama baik kita rusak. Jadi kita bekerja keras bukan dengan hati yang penuh dedikasi tetapi supaya mendapatkan nama besar, dipuji orang lain.
Tetapi dedikasi yang ketiga dan yang tertinggi adalah dedikasi yang dilakukan karena cinta, sebuah ketaatan dan pengabdian yang dilakukan karena kita mengasihi orang tersebut. Namun sekali lagi, kita perlu mengetahui dengan tepat kepada siapa kita berdedikasi dan berkorban karena kalau kita melakukan dengan sembrono, maka kita akan kembali mudah dibodohi dan menjadi korban dari orang lain. Kita akan mencapai titik yang tertinggi apabila kita memiliki dedikasi dan pengorbanan yang maksimum, yaitu kita mengorbankan seluruh hidup kita untuk nilai yang tertinggi dan di dalam pengorbanan tersebut terdapat dedikasi yang dimotivasi oleh cinta yang murni. Dan teladan yang paling tepat untuk menggambarkan kedua hal ini adalah Kristus.
Melalui perayaan paskah seharusnya kita dapat melihat sebuah pengorbanan dan dedikasi yang paling murni. Di dalam paskah kita melihat bahwa Tuhan Yesus telah mendedikasikan seluruh hidupnya mulai dari lahir di keluarga miskin, bekerja sebagai tukang kayu, sampai mati di kayu salib, bukan karena apa-apa tetapi karena begitu besar cinta kasih Tuhan sehingga Dia menyerahkan anak-Nya mati untuk kita! Seperti itulah cinta Tuhan kepada kita. Lalu bagaimanakah dengan kita? Apakah kita akan selalu mengerjakan segala sesuatu di dalam keegoisan diri kita sendiri? Kebanyakan orang ingin memiliki dedikasi tetapi tidak mau berkorban, tetapi apakah ini mungkin? Tidak, karena sebuah dedikasi selalu memerlukan pengorbanan. Setelah kita mendengarkan Firman Tuhan pada malam hari ini, seharusnya kita merasa sangat layak untuk mengorbankan seluruh hidup kita demi kemuliaan Tuhan, untuk menggenapkan rencana Tuhan. Sama seperti Kristus yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani itu berarti, kita datang ke dunia ini bukan untuk mengejar kepentingan diri sendiri tetapi bagaimana kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan juga melayani Tuhan dengan segenap hati. Inilah hidup yang penuh makna. Amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Ringkasan Khotbah (Signifikansi Pengajaran Gereja: Katekismus & Pimbinaan Gereja)

Ringkasan Khotbah : 30 April 2004
Signifikansi Pengajaran Gereja: Katekismus & Pimbinaan Gereja
Nats: 1 Tim. 4: 15-16
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Semasa hidupnya Socrates pernah mengatakan bahwa orang yang hidupnya tidak pernah teruji, maka orang itu tidak layak hidup karena hidupnya adalah sampah. Jadi ketika kita ingin memiliki hidup yang bernilai, kita tidak dapat membangun dan menguji nilai itu berdasarkan diri kita sendiri tetapi nilai itu harus berasal dari luar, diuji dan dan ditetapkan dari luar diri kita. Kalau kita mengukur dan menetapkan nilai diri kita sendiri, maka nilai tersebut tidak mungkin sah karena kita sedang menilai diri kita sendiri tanpa standar yang jelas dan itu adalah sebuah kebodohan yang sangat besar.
Salah seorang di sebuah radio pernah bertanya, jumlah sekolah di Surabaya saja terus bertambah banyak tetapi kenapa orang-orang yang bejat juga bertambah banyak? Itu karena banyak manusia yang sewaktu sekolah tidak pernah diajari hidup yang beres, banyak pengajar dan sekolah yang sama sekali tidak memiliki standar. Sebaliknya dengan pola hidup yang tinggi dan memiliki semangat untuk semakin hidup suci dan kudus akan membuat hidup seseorang memiliki kemuliaan sehingga selalu dihormati oleh orang lain. Jadi kalau sekali waktu ada yang melecehkan kita, kita perlu mengevaluasi diri kita karena mungkin kita pantas untuk dilecehkan.
Lantas dimanakah kita bisa mendapatkan kebenaran yang begitu agung? Dimanakah kita bisa belajar sehingga kita bisa memiliki standar yang semakin lama semakin tinggi? Paulus menasehati Timotius untuk selalu memperhatikan dan menguji semua aspek hidupnya sehingga kemajuan dirinya bisa terlihat nyata oleh semua orang. Suatu kualitas hidup yang semakin tinggi tidak mungkin bisa disembunyikan, dengan kalimat lain semua orang bisa melihat perubahan hidup yang semakin baik. Dan ketika orang lain melihat hidup seperti itu, mereka akan merasa enggan untuk mempermainkan dan menghina. Di dalam perikop yang kita baca pada hari ini, Tuhan mengajarkan 2 hal kepada kita untuk memiliki hidup yang berkualitas, yaitu agar kita senantiasa mengawasi diri kita dan juga ajaran kita.
Inilah yang seharusnya juga menjadi tugas gereja di dalam mendidik kita. Mazmur mengatakan agar kita selalu menjaga kelakuan kita sesuai dengan Firman Tuhan. Dengan menggunakan sarana apa? Gereja memiliki 3 tugas, yaitu:  untuk bersaksi (marturia), sebagai persekutuan (koinonia), dan pelayanan (diakonia). Gereja harus menjadi wadah sehingga di situ terdapat banyak jemaat yang bersekutu dengan saudara seiman sehingga mereka memiliki kehidupan yang bisa menjadi saksi nyata di tengah dunia. Setelah marturia dan koinonia berjalan dengan baik, maka itu pasti mengakibatkan diakonia kita juga berjalan dengan baik. Diakonia bukan sekedar menyumbangkan sembako tetapi semua aktivitas pelayanan kita di gereja. Pelayanan juga berbeda dengan pekerjaan karena kalau kita bekerja, maka kita akan menerima upah, tetapi pelayanan adalah sebuah pengabdian diri sebagai upah atas anugerah Tuhan yang sudah begitu besar kepada kita. Jadi orang yang tidak sadar berapa banyak dosanya dan pengorbanan Tuhan di kayu salib, maka dia tidak akan pernah mengerti tentang pelayanan. Seandainya kalau orang seperti ini melayanipun, dia akan mengerjakannya seperti sedang berbisnis, segala sesuatu dihitung untung ruginya. Lalu bagaimana kita membedakan antara profesional dengan pelayanan? Itulah fungsinya kita mempelajari aspek pengajaran gereja.
Jangan berpikir kalau belajar secara sederhana. Kalau belajar hanya sebatas menambah informasi itu berarti bukan belajar yang sesungguhnya karena di situ tidak terdapat proses pembelajaran sehingga tidak terjadi perubahan di dalam hidup kita. Belajar yang sekedar menambah informasi tidak pernah terdapat sebuah interaksi. Maka di sini setiap jemaat yang mau belajar perlu sebuah sarana, yaitu katekisasi.
Katekisasi adalah studi mengenai kebenaran Firman Tuhan dengan bentuk tanya-jawab. Pada waktu kebaktian umum di hari minggu setiap jemaat tidak diperbolehkan bertanya dan berkomentar karena di situ hamba Tuhan sebagai wakil Allah sedang memberitakan Firman sehingga kalau kita ada masalah, kita bisa bertanya dan berdiskusi di kelas katekisasi. Di sisi yang lain katekisasi juga diperlukan karena kita sadar bahwa khotbah sejam di kebaktian minggu tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani kita, apalagi kita berada di dalam posisi yang pasif sehingga kurang mendukung untuk proses belajar. Banyak pula jemaat yang merasa malas untuk belajar di gereja padahal rajin di dunia. Mereka akan rela mengejar apa yang ada di dunia selama itu cocok dengan sifat dosa mereka tetapi mereka tidak pernah mau mengejar apa yang ada di gereja.
Memang susah untuk mengawasi diri dan ajaran kita, tetapi di situlah proses belajar yang benar. Dan untuk itu gereja memberikan katekisasi dan katekismus. Ada beberapa alasan kenapa katekisasi bisa digunakan sebagai wadah untuk belajar dan salah satunya adalah karena katekisasi menjadi bukti iman Kristen mempunyai satu kekuatan pengajaran yang bersifat kritis. Inilah yang menjadi keunggulan iman Kristen tetapi sayangnya, banyak gereja yang sekarang mulai membuang kelas katekisasi sehingga setiap orang bisa dibaptis tanpa terlebih dahulu mengerti iman Kristen yang benar, yang penting percaya. Ini adalah alasan yang sangat bodoh karena kalau begitu apa bedanya kita dengan setan? Setan kan juga percaya bahwa Yesus adalah juru selamat, lalu kenapa kita diselamatkan tetapi setan tidak? Jadi hanya percaya tidak menyelesaikan masalah, tetapi apa yang kita percayai dengan apa yang setan percayai harus berbeda, bukan sama!
Lalu bedanya di mana? Kenapa perbedaan itu bisa menyelamatkan? Yesus yang kita percayai pun harus dipertanyakan karena Alkitab menulis ada berbagai macam versi Yesus. Marilah sama-sama mendefinisikan Allah, maka tidak mungkin ada satupun orang yang tulisannya sama dengan tulisan orang lain karena kita bukan berbicara tentang sebuah benda mati tetapi Allah yang hidup. Sudahkah kita benar-benar mengenal Allah yang selama ini kita percayai? Perasaan mengenal dengan betul-betul mengenal antar pribadi tentu berbeda.
Melalui kelas katekisasi kita bisa belajar konsep pengertian mengenai Allah, diri, gereja, iman Kristen, dll sehingga iman Kristen bukanlah iman yang fanatik tetapi bisa dipertanggung jawabkan secara kritis. Di dalam 1Petrus 3:15 tertulis bahwa kita harus selalu bersiap sedia apabila ada seseorang yang meminta pertanggung jawaban dari iman yang kita percayai. Kelas katekisasi menjadi wadah untuk belajar sehingga kita bisa menjelaskan kenapa setiap manusia harus percaya hanya kepada Yesus agar dirinya bisa diselamatkan. Ini adalah masalah yang sangat serius karena Kekristenan bukanlah salah satu dari banyak jalan tetapi satu-satunya jalan!
Pertama, untuk mengawasi ajaran kita. Banyak gereja yang semakin lama menjadi kacau karena tidak adanya katekisasi sehingga begitu banyak ajaran yang simpang siur. Ada yang katanya sudah bertobat tetapi ternyata dia sama sekali belum bertobat. Maka tanpa adanya katekisasi orang seperti ini suatu waktu kalau naik menjadi majelis bisa menghancurkan gereja tersebut. Setelah mengikuti katekisasi seharusnya juga terdapat percakapan pribadi dengan hamba Tuhan untuk melihat sejauh mana kita mengerti dan memiliki paham yang sama mengenai segala aspek iman Kristen. Melalui katekisasi kita bukan dituntut untuk menjadi ahli tetapi kita mengerti apa yang benar sesuai dengan porsinya.
Kedua, untuk mengawasi diri kita. Semua pengetahuan dan pengertian yang benar tidak akan bermanfaat apapun kecuali semuanya itu terimplikasi kedalam diri kita. Tuhan bukan hanya menuntut kita agar tambah pintar saja tetapi juga menuntut adanya perubahan hidup kita. Tentu Tuhan tidak menuntut kita menjadi sempurna tetapi kita dituntut supaya bertumbuh secara berkelanjutan atau terus-menerus di dalam proses dan di dalam proses itu ada perubahan hidup yang semakin baik. Jangan menjadi orang yang otaknya banyak isinya tetapi semuanya tidak selaras dengan hidup dan tingkah lakunya.
Di dalam Firman Tuhan terdapat 3 tahap proses pembelajaran, yaitu: menerima informasi sebanyak mungkin, menghubungkan semua informasi tersebut dengan diri kita, dan implikasikan semua pengertian itu dengan kehidupan nyata. Sering kali orang yang tidak bisa menghubungkan semua informasi dengan dirinya sendiri sehingga hanya mampu menjelaskan pikiran orang lain tetapi dirinya sendiri tidak mengerti. 3 tahap ini digambarkan dengan jelas oleh percakapan petrus dengan Yesus. Setelah Yesus bertanya siapakah diri-Nya menurut banyak orang, Yesus bertanya siapakah diri-Nya menurut Petrus sendiri. Dan setelah Petrus mengenal Yesus, maka Yesus menuntut agar Petrus menyangkal dirinya, memikul salib, dan mengikuti diri-Nya. Jadi selain katekisasi sebagai wadah pertama untuk belajar ajaran yang benar, katekisasi juga menjadi wadah pertama bagi perubahan hidup kita.
Dan yang ketiga, agar kita selalu bertekun di dalam semuanya itu. Di sini katekisasi menjadi wadah pertama apologia kita, yaitu pertahanan iman kita. Setiap kebenaran yang kita pelajari di dalam kelas katekisasi seharusnya membuat iman kita semakin tidak tergoyahkan oleh berbagai macam ajaran dan permainan palsu manusia di dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef 4:14). Memang katekisasi tidak menyelesaikan semua problematika kita tetapi katekisasi bisa menjadi basis untuk melangkah lebih jauh. Harus ada pertanggung jawaban terhadap kualitas kita di titik minimum sehingga kita bisa dibaptis dan mengaku di depan jemaat bahwa “Aku adalah orang Kristen.” Akhirnya dari sini kita mengerti bahwa sebenarnya katekisasi bukanlah sebuah pilihan melainkan kewajiban bagi setiap gereja untuk mengadakannya. Amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Ringkasan Khotbah (Signifikansi Pengajaran Gereja: Liturgi & Ibadah)

Ringkasan Khotbah : 14 Mei 2004
Signifikansi Pengajaran Gereja: Liturgi & Ibadah
Nats: Rm. 12: 1-2, 1 Kor. 14: 40
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Di satu pihak, hari ini banyak sekali orang Kristen yang tidak pernah mau belajar dengan baik tetapi berani berkomentar macam-macam dan salah satunya adalah ber­kenaan dengan liturgi. Mereka tidak pernah baca buku dan belajar apapun mengenai liturgi tetapi mereka berani berkata kalau liturgi tidak diperlukan. Mereka pikir diri mereka cukup pintar tapi malah bersikap bodoh sekali. Sebuah liturgi mengandung banyak elemen yang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah kebaktian, dan kebaktian itu sendiri merupakan salah satu bagian yang penting di dalam ibadah seseorang.
Tetapi di pihak lain, ada sedikit orang yang belajar dan mengerti apa pentingnya liturgi tetapi mereka tetap tidak mau memakai liturgi karena memang secara esensial mereka tidak suka. Orang-orang yang termasuk dalam golongan ini adalah para teolog postmodern. Seorang teolog postmodern percaya bahwa tidak ada unsur kebenaran mutlak di dalam kekristenan sehingga kebaktian tidak lebih dari salah satu variasi hidup kita seperti waktu bekerja, pacaran, dll. Kalau kebaktian ditata terlalu formal itu berarti di dalamnya ada unsur kebenaran yang harus ditaati oleh semua orang, padahal inilah yang berlawanan dengan prinsip postmodern.
Apa yang mereka sebut sebagai agama sebenarnya juga bukanlah agama karena syarat sebuah agama ada 3, yaitu: ada Tuhan, kitab suci, dan pengikutnya. Ketiga syarat ini semuanya tidak pedulikan oleh orang postmodern karena walaupun mereka tahu Yesus dan Alkitab tetapi mereka sebagai pengikutnya tidak mempercayai ajaran Yesus dan semua yang tertulis di dalam Alkitab sebagai kebenaran mutlak. Jadi bagi orang postmodern agama bukan iman yang paling mendasar untuk menentukan segala sesuatu tetapi hanya sekedar permainan filsafat manusia yang mencoba untuk mem­permainkan agama. Akibatnya, orang seperti ini bisa merusak tatanan gereja.
Perikop yang kita baca pada hari ini mengatakan dengan jelas kepada kita bagai­mana beribadah yang baik. Melalui Roma 12:1-2, Paulus menasehati agar kita mem­persembah­kan seluruh hidup kita kepada Allah. Artinya, Paulus ingin agar kita selalu memusatkan seluruh hidup kita untuk kembali kepada Allah yang sejati. Bahkan di dalam bahasa Ibrani, kata “ibadah” dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup untuk menundukkan diri dan hati kita (to bow down) di hadapan Tuhan. Jadi bagi orang Kristen, hal ber­ibadah bukanlah sekedar hari minggu kebaktian tetapi seharusnya juga mencakup seluruh hidup kita setiap harinya, bahkan setiap detiknya sehingga tubuh kita akan men­­jadi tempat di mana Allah akan bekerja. Tetapi masalahnya pada hari ini adalah bagaimana ibadah yang seperti itu dikaitkan dengan waktu kebaktian kita.
Kenapa hari minggu kita melakukan kebaktian? Kita melakukan kebaktian bukan bertujuan untuk mendengarkan Firman karena kebaktian berbeda dengan STRIS (sekolah teologi).  Tujuan kita melakukan kebaktian dapat kita lihat dari kata dasar dari kata itu sendiri, yaitu “bakti” sehingga, kebaktian adalah waktu untuk kita berbakti (worship). Jadi, kalau sejak kedatangan kita ke gereja sama sekali tidak ada konsep, sikap, dan perilaku seperti seharusnya, maka sebenarnya kita belum berbakti! Mana buktinya kalau kita berbakti? Kita memang datang dan ikut dalam kebaktian, tetapi semuanya itu kita lakukan secara sembarangan. Kita tidak pernah mengabdi kepada Tuhan! Bayangkan kalau kita ingin berbakti kepada orang tua tetapi kita me­laku­kannya dengan sembarangan, apakah orang tua kita akan menganggap kita sudah berbakti?
Adanya kebaktian pada hari minggu juga bukan berfungsi untuk menyegarkan diri kita setelah sibuk selama 6 hari sebelumnya. Kebaktian minggu bukan seperti sebuah knalpot mesin, yaitu sebagai saluran pembuangan. Justru terbalik, kebaktian minggu seharusnya menjadi tempat kita untuk menerima Firman Tuhan dan kemudian menjalankan Firman itu di tempat kerja kita. jadi tempat kerja kitalah yang menjadi knalpot, bukan gereja. Banyak hamba Tuhan yang berpikir semacam itu sehingga jangan heran kalau gereja-gereja di sekitar kita agak mirip diskotik atau night club. Mereka takut kalau kebaktian kurang “menghibur” dan “menyegarkan” akan me­nye­babkan jemaat lari.
Di dalam liturgi kita dapat melihat urutan-urutan tertentu mulai dari votum hingga pengutusan, tetapi apakah kita mengerti kenapa urutannya harus seperti itu? Apa maknanya? Urutan pertama adalah votum, yaitu seperti sebuah proklamasi kita berdasarkan apa kebaktian pada saat itu ditegakkan. Biasanya votum dikutip dari ayat Alkitab yang memberikan suatu keyakinan dan dasar untuk beribadah, masuk ke rumah Tuhan dengan pengertian betapa baiknya Allah. Kemudian untuk menyambut votum, biasanya kita akan menaikkan pujian yang bersifat vertikal sehingga itu akan mengarahkan diri kita untuk memandang kepada Tuhan, misalnya: lagu Suci Suci Suci, dll. Setelah pujian selesai baru kita berdoa pembukaan.
Ketiga langkah persiapan di atas membuat kita datang ke hadirat Tuhan dengan hati yang hormat dan siap untuk beribadah, tetapi sebaliknya oleh gereja-gereja yang mirip night club atau diskotik, votum seperti itu akan ditiadakan dan langsung menyanyi lagu-lagu yang menghibur, riang, atau ceria. Sikap yang diberikan jauh ber­beda dari yang seharusnya, jemaatnya langsung kembali berpikir ke dunia, mencari kesenangan diri sendiri, begitu hedonis. dari sekedar persiapan saja kita sudah tahu mana gereja yang benar dan mana gereja yang rusak. Liturgi bukan asal dibuat tetapi itu sudah dipikirkan sepanjang 200 tahun. Kita bisa melihat gereja-gereja yang berasal dari arus utama baik itu katolik maupun protestan, garis utama liturginya pasti sama (walaupun ada variasinya) karena kalau orang belajar, pasti tahu kenapa urutannya harus seperti itu!
Setelah langkah persiapan selesai kita masuk ke dalam komunikasi 2 arah di dalam ibadah, bagaimana kita berbakti dan Tuhan berbicara kepada kita. Pada bagian ini terdapat 3 bagian, yaitu: pujian, doa pengakuan dosa dan doa syafaat, serta pem­beritaan Firman Tuhan. Pujian bukan sekedar menyanyi untuk bersenang-senang tetapi lagu yang kita nyanyikan juga membawa kita kembali melihat kebaikan Tuhan atas kita. Setelah itu kita mengakui bahwa kita adalah manusia berdosa yang bergantung mutlak pada anugerah Tuhan. Kita juga berdoa bagi orang lain sehingga kita tidak egois tetapi peka terhadap isi hati Tuhan. Apa yang diinginkan oleh Tuhan, itulah yang juga menjadi keinginan kita. Selesai berdoa, baru kita mendengarkan Tuhan bersabda melalui hamba-Nya. Firman-Nya menyatakan kebenaran-Nya.
Bagian ketiga merupakan respon kita atas bagian sebelumnya. Setelah Firman Tuhan disampaikan kita melakukan pengakuan iman, persembahan, doksologi dan pengutusan. Pengakuan iman merupakan respon pertama kita setelah iman kita dikuat­kan oleh kebenaran Firman Tuhan. Selanjutnya, kita memberikan persembahan sebagai tanda ucapan syukur kita karena Tuhan sudah menganugerahi dan memberkati kita. Jadi persembahan itu bukan iuran wajib hanya karena kantong diedarkan tetapi itu hanya untuk mempermudah dan mempercepat proses persembahan, yang penting hati kita bersyukur atau tidak.
Kemudian, seluruh kebaktian kita ditutup dengan doksologi, yaitu kalimat penyembahan terhadap Allah Tritunggal, menaikkan kembali hati kita dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan dan disertai dengan komitmen hidup untuk me­muliakan Dia. Setelah itu, baru hamba Tuhan memberikan berkat dan mengutus kita untuk menjadi saksi yang memuliakan nama-Nya di manapun kita berada dari sekarang sampai selama-lamanya. Dari penjelasan singkat ini kita melihat bahwa setiap urutan ada maknanya dan tidak bisa dibolak-balik karena satu dengan yang lainnya saling terkait. Untuk apa semuanya itu? Supaya kita bisa beribadah kepada Tuhan dengan lebih baik.
Masalah Doa Bapa Kami, gereja kita sengaja meletakkannya di akhir doa syafaat demi untuk mengingatkan dan melandasi seluruh doa syafaat kita sehingga doa-doa tersebut tidak menyeleweng dari pola doa yang benar, yaitu: Doa Bapa Kami. Doa Bapa Kami tidak bersifat wajib, apalagi bagi orang-orang yang sudah ahli berdoa karena doa tersebut memang berfungsi sebagai pola dasar bagi kita. Kalau kita  sudah mengerti betapa pentingnya liturgi dalam kebaktian, maka sekarang kita mempunyai kewajiban untuk menyadarkan orang Kristen lain yang belum mengerti sehingga mereka tidak berpikir kalau liturgi itu merepotkan.
Masalah persembahan tidak dibahas di dalam Perjanjian Baru karena di situ Tuhan memang tidak meminta 10% tetapi 100%. Kenapa perlu per­sembahan? Tuhan bukannya minta-minta karena butuh uang dari kita tetapi Tuhan punyai cara kerja sendiri, yaitu Tuhan ingin agar rumah-Nya dipelihara oleh umat-Nya sendiri dan dari situ Tuhan akan memberkati mereka. Jadi Tuhan terlebih dahulu memberkati mereka sehingga mereka pasti cukup untuk bisa memberikan per­sem­bahan bagi pemeliharaan rumah-Nya. Kalau Tuhan ingin kita mengerjakan sesuatu, tidak mungkin Dia tidak memberikan kapasitas yang cukup sehingga kita bisa mengerja­kan pekerjaan itu.
Sedangkan mengenai perpuluhan, melalui itu Tuhan ingin mengingatkan kepada kita bahwa 10% itu hanyalah bagian terkecil dari berkat Tuhan yang kita berikan kembali sedangkan yang 90% kita makan sendiri. Kita harus sadar itu sehingga kita tidak bersikap licik kepada Tuhan, pura-pura mau memberi perpuluhan lebih lalu minta Tuhan menaikkan gaji. Yang benar adalah kalau memang Tuhan memberikan lebih banyak, seharusnya persentase pemberiaan kita juga bertambah banyak. Jadi pada hari ini kita ditantang berapa persen yang berani kita berikan, bukan jumlahnya. 2 peser itu jumlah yang kecil tetapi itu 100% (upah sehari).
Bagaimana sikap hati kita sewaktu beribadah itu jauh lebih penting daripada kita sekedar action belaka karena sikap hati yang benar nantinya akan membuat seluruh tatanan hidup kita juga menjadi benar. Walaupun mungkin di masa depan kita bisa mengikuti kebaktian dari rumah melalui televisi sambil tiduran dan makan camilan, itu tetap bukan kebaktian karena di situ tidak ada unsur berbakti sehingga tidak mungkin kita bisa mengikuti kebaktian dengan benar. Televisi memang bisa membuat kita hemat uang dan waktu, tetapi televisi juga bisa membuat esensi ibadah kita menjadi hilang. Semoga melalui pembinaan pada hari ini kita bisa bersikap lebih tepat kepada Tuhan maupun kepada dunia. Amin.
 

Diposting OLeh : eki kawamasi