Ringkasan Khotbah : 2 Juli 2004 |
|
||
Bayangan PENCIPTA seperti BuLan dengan MaTaHaRi :
BuLan
|
|||
Pengkhotbah : Ev. Jeane Obadja
|
|||
Pada minggu lalu ketika kita berbicara mengenai
Pen-Cipta-An, salah satu poin penting yang kita pelajari adalah kita
dituntut untuk semakin lama untuk semakin serupa dengan Dia. Di dalam bahasa
Yunani, kata “serupa” sebenarnya dapat diartikan menjadi icon, yaitu yang
dikenal orang menjadi simbol dari sesuatu atau seseorang. Contoh yang
sederhana adalah sebagian besar dari kita mungkin setuju bahwa icon dari
musik dangdut adalah Inul. Setiap negara bagian di Amerika juga memiliki
uang logam yang menjadi icon dari negara bagian tersebut. Jadi Hawaii
memiliki uang logam yang berbeda dengan Illinois. Dan yang unik, uang
tersebut berlaku lintas negara bagian sehingga orang Hawaii tetap bisa
menggunakan uangnya di Illinois. Yesus mengajarkan kepada bahwa kita harus
menyerahkan koin-koin yang kita miliki kepada siapa yang gambarnya berada di
koin-koin tersebut. Berarti icon-nya kaisar harus diserahkan kepada kaisar.
Bagaimana dengan diri kita? Bila kita mengaku
bahwa kita adalah image atau icon dari Tuhan, maka serahkanlah semua apa
yang seharusnya menjadi milik-Nya, yaitu diri kita, seluruh hidup kita. Jadi
yang seharusnya kita tanyakan bukan berapa tetapi apa yang akan kita berikan?
Pernahkah kita memberikan hidup kita sendiri kepada-Nya sebelum kita
memberikan yang lain? Kalau kita memahami ini maka kita tidak akan bingung
dan berdebat panjang lebar masalah perpuluhan. Orang kalau sudah memberikan
hidupnya, dia tidak akan bertanya lagi perpuluhan mau memberi berapa persen
karena dia sudah memberikan seratus persen.
Terdapat sorang wanita yang menceritakan tentang
kisah hidupnya lewat radio. Selama dua tahun terakhir dia mengalami banyak
musibah dan yang baru menghantam dia adalah kematian suaminya ketika dalam
perjalanan kembali dari luar angkasa. Suaminya meninggal karena pesawat yang
ditumpanginya meledak ketika memasuki atmosfer bumi sehingga suaminya tidak
pernah kembali. Dan ketika anak-anaknya bertanya ada apa dengan ayahnya, dia
menjawabnya tidak tahu walupun dia mengetahuinya. Tetapi di dalam keadaan
seperti itu, dia mengatakan bahwa dirinya cuma bisa berpegang pada janji
Tuhan, yaitu: apapun yang Tuhan inginkan dan rencanakan, pasti itulah yang
terbaik bagi dirinya walaupun dia tidak mengerti. Walaupun semua rencana dan
pesta yang akan diadakan menjadi batal tetapi toh kita tetap tidak bisa
menganggap bahwa ada kecelakaan yang Tuhan tidak mengetahuinya. Tuhan
pasti tahu dan juga pasti bisa berbuat sesuatu. Inilah yang hendak kita
bicarakan, bahwa segala sesuatu terjadi bukan kebetulan.
Di dalam Alkitab banyak sekali contoh tentang
lahir yang normal, yang kecelakaan, dan yang cacat ternyata bukanlah
kebetulan. Salah satunya adalah cerita yang cukup terkenal, yaitu tentang
seorang anak yang buta sejak lahirnya dan itu membuat murid-murid Yesus
bertanya siapakah yang bersalah. Mungkin pengalaman kita juga sama dengan
murid-murid Yesus, apabila ada sesuatu yang tidak enak dan yang tidak
menyenangkan hati terjadi pada diri kita ataupun pada orang lain, kita
selalu mencari-cari siapa yang berdosa. Padahal Yesus mengatakan bahwa apa
yang terjadi itu adalah rencana Allah karena ada pekerjaan-pekerjaan-Nya
yang justru harus dinyatakan melalui dirinya ketika masih buta. Jadi jelas
bahwa di dalam orang-orang tertentu Tuhan tidak memberikan kenormalan untuk
menjadi saluran Tuhan, yang lebih penting adalah adanya hidup dan orang
tersebut benar-benar mensyukuri atas apapun yang telah diterimanya. Jangan
melihat segala sesuatu dari apa yang disenangi oleh pihak mayoritas sehingga
kita tidak menghancurkan fisik dan jati diri kita sendiri dengan berbagai
macam operasi plastik.
Kenapa banyak orang merasa tidak puas dengan
dirinya sendiri? Karena jelas dia tidak mengerti dan mengenal Pencipta, dia
tidak tahu kenapa dia diciptakan seperti itu, dan dia tidak tahu bahwa apa
yang ada pada dirinya bukanlah kebetulan! Ingatkah kita pada kisah mengenai
Zakheus? Zakheus penuh dengan kelemahan dan seharusnya dia merasa malu
sampai harus memanjat pohon, ketahuan orang lagi. Tetapi di dalam cerita itu
kita bisa belajar bahwa ternyata Tuhan justru lebih memperhatikan
orang-orang yang istimewa seperti Zakheus. Oleh sebab itu janganlah
menyebut orang dengan istilah “Penyandang ....” atau “Tuna ....”, tetapi
sebutlah ia sebagai orang yang istimewa. Dia istimewa karena berbeda dari
yang mayoritas dan perbedaan itu seringkali justru membuat dia lebih hebat
dari yang mayoritas. Apa sebab? Karena dia kembali kepada Tuhan dan menerima
dirinya sendiri sebagai seorang yang cacat baik itu sejak lahir, karena
perang, ataupun karena kecelakaan (secara manusiawi) dan dia berusaha
mengembangkan dirinya sendiri. Bila di satu pihak ada orang-orang yang
merasa minder, maka di pihak lain juga ada orang-orang yang tidak puas
dengan menjadi manusia tetapi ingin menjadi tuhan. Semua rencana Tuhan bagi
dirinya selalu dianggap kurang baik sehingga dia terus melawan-Nya sambil
berpikir itulah yang terbaik. Sifat seperti ini sudah nampak sejak Adam dan
hawa, mereka merasa tidak cukup menjadi copy tetapi ingin menjadi master.
Akibatnya, manusia masuk ke dalam dosa dan berpikir kalau perbuatan baik
dapat menebus dosa-dosanya. Tidak ada satupun perbuatan baik yang bisa
menyelamatkan manusia dari hukuman Tuhan! Ketika Tuhan menciptakan manusia
demi manusia, Dia menginginkan agar kita menguasai, memelihara, dan
mengembangkan bumi ini, tetapi yang manusia lupa bahwa ada Pencipta yang
menuntut dan yang menghakimi mereka. Dan yang disebut sebagai mereka itu
bukan sekadar orang-orang percaya saja tetapi juga termasuk orang-orang yang
tidak percaya adanya Tuhan.
Ingatkah kita bahwa rencana Tuhan bersifat
totalitas? Bersifat totalitas artinya mencakup semua kehidupan kita termasuk
sejak kita masih berada di dalam kandungan ibu. Salah satu contohnya adalah
kisah mengenai Esau dan Yakub. Walaupun Yakub berusaha keras ingin lahir
lebih dahulu, tetapi Tuhan menginginkan Esau menjadi yang sulung. Sesudah
lahirpun Yakub masih mengejar hak sulung dan untuk itu dia berani menipu.
Sayangnya, yang sulung justru tidak merasa penting menjadi sulung sehingga
seringkali yang bungsu mengambil alih peran yang sulung. Begitu pula dengan
Efraim, kisah anak yang hilang, mereka adalah anak-anak bungsu yang
“menjadi” sulung. Tetapi, Tuhan senantiasa meminta segala sesuatu yang
sulung. Itu sebabnya kita juga harus bersiap hati apabila suatu waktu Tuhan
meminta anak sulung dari hasil pernikahan kita untuk menjadi hamba Tuhan
penuh waktu. Persembahan sulung merupakan persembahan yang paling baik
karena itulah yang pertama kali kita terima dan kita rela mempersembahkan
itu kepada Tuhan.
Selain itu, totalitas juga termasuk hidup dan
mati kita. Contohnya adalah kisah tentang Lazarus yang dibangkitkan oleh
Yesus. Ketika Lazarus masih sakit, banyak sahabatnya telah meminta
pertolongan kepada Yesus tetapi Dia menolaknya. Yesus dengan sengaja
menunggu Lazarus mati dan setelah itu barulah Dia membangkitkannya. Apa
maksudnya? Yesus melakukan perbuatan demikian karena Dia ingin menyatakan
kemuliaan Allah kepada manusia. Segala sesuatu akan nampak jauh lebih baik
dan indah apabila kita mau bersabar dan menunggu waktu-Nya tiba (In His
time). Jadi apabila kita di dalam kesulitan dan penderitaan, marilah kita
menunggu dimana Tuhan akan membuat kita sukacita tepat pada waktunya. Jangan
menggambarkan hidup seperti roda yang terus berputar-putar tetapi harus
seperti porosnya yang senantiasa berada di tengah-tengah. Ketika kemujuran
dan kemalangan silih berganti, apakah kita semakin menjauh ataukah semakin
mendekat kepada Tuhan? Apakah posisi kita tetap berada di pusat atau larut
mengikuti putaran?
Kenapa Tuhan menciptakan manusia? Karena Tuhan
memiliki kasih yang maha besar. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah
ingin membagikan kasih-Nya kepada manusia sehingga mereka dapat mengenal-Nya.
Jadi intinya adalah kasih! Allah sangat mengasihi manusia dan juga ingin
agar mereka memiliki persekutuan dan ikatan yang indah dengan-Nya. Tetapi,
sebuah ikatan hanya bisa didapatkan dari sebuah kasih yang sejati seperti
kasih Allah kepada kita, kasih yang tidak tergantung kepada apapun juga.
Apakah kita sudah menggunakan kasih seperti demikian ketika kita berhubungan
dengan sesama kita? Di dalam Perjanjian Lama terdapat suatu istilah, yaitu:
kovenan garam. Bagaimana kasih itu bisa diberikan kepada sesama kita
sehingga kita saling mengasinkan, tidak ada yang tawar hati, tidak ada
permusuhan. Tetapi ini saja tidak cukup karena Tuhan telah memberikan
perintah yang baru kepada kita di dalam Perjanjian Baru, yaitu: agar kita
mengasihi sesama kita seperti Tuhan mengasihi kita! Bukan seperti kita
mengasihi diri kita sendiri. Kasih yang sejati tidak boleh berhenti pada
diri sendiri karena kita bukanlah sumber kasih. Allah adalah sumber kasih.
Apakah kita masih takut menjalani hidup ini?
Tuhan telah merencanakan segala sesuatu di dalam kekekalan sehingga
seharusnya kita tidak perlu takut akan masa depan kita. Kita tidak perlu
takut besok kita akan menjadi apa. Kita tidak perlu takut apabila kita gagal
dan tidak mengerti Firman Tuhan karena Dia sendirilah yang akan menuntun
kita! Masalahnya adalah, apakah kita mau mengikuti Dia? Kehendak bebas
seharus kita gunakan dengan sebaik-baiknya, bukan digunakan untuk
memberontak. Jangan pikir dengan memberontak kita akan lebih bersuka cita
karena suka cita yang sejati hanya ada ketika kita sudah berdamai dengan-Nya.
Kita juga tidak perlu takut siapa jodoh kita. Memang kita sebagai manusia
juga punya kehendak tetapi kita juga percaya bahwa rencana Tuhan adalah yang
terbaik bagi kita. Kalau memang Tuhan pikir kita pantas untuk mendapatkan
seorang yang buruk, maukah kita? Ini mengajarkan kepada kita untuk tidak
melihat penampilan luarnya saja tetapi kita harus melihat jauh di dalamnya,
dirinya.
Bagaimana dengan Kekristenan di negara kita pada
saat ini? Seringkali ketika seseorang sudah mendapatkan hal-hal yang enak,
mereka merasa nyaman, lupa diri, dan segala sesuatu dianggap beres. Apakah
harus ada bencana dan aniaya terlebih dahulu barulah kita akan sadar? Kalau
kita melihat perjalanan Kekristenan di Indonesia, ternyata kita masih begitu
bebas karena negara kita masih menjunjung tinggi Pancasila. Tuhan
mengijinkan dan memakai Indonesia sehingga orang-orang Kristen masih bebas
beragama. Tetapi selama ini, kita hampir tidak pernah memanfaatkan
kesempatan yang sudah Tuhan berikan. Apakah kita menunggu dianiaya barulah
kita berpikir untuk menjalankan kehendak Tuhan? Sebentar lagi akan diadakan
pemilihan presiden, berdoalah agar Tuhan masih kasihan kepada kita sehingga
Dia masih memberikan presiden yang baik kepada kita.
Lebih jauh lagi, Tuhan bukan hanya memiliki
kehendak dan rancangan tetapi juga jalan bagi kita sehingga kita hanya
tinggal taat kepada-Nya. Apakah kita senang atau tidak itu adalah urusan
belakangan, yang penting rencana Tuhan adalah yang terbaik bagi semua. Oleh
sebab itu, di dalam hidup kita hendaknya tidak boleh ada kekecewaandan
kemarahan karena kita tahu bahwa segala sesuatu bukan kebetulan. Apa yang
terjadi bukan terjadi karena ada kesalahan tetapi itulah yang harus terjadi.
Beberapa perampok yang telah bertobat menceritakan bahwa sebenarnya terdapat
banyak sekali rumah yang sangat tidak aman. Jadi apabila sampai saat ini
rumah kita masih utuh, bersyukurlah karena itu adalah bonus dari Tuhan.
Siapkah kita untuk menerima sesuatu yang tidak terduga? Dan itu pasti bukan
kebetulan sehingga kita tidak boleh marah dan putus asa. Cobalah untuk
mengerti rancangan Tuhan, bukan rancangan diri kita sendiri. Amin.
Diposting Oleh : eki kawamasi
|
Jumat, 15 Juni 2012
Ringkasan Khotbah (Bayangan PENCIPTA seperti BuLan dengan MaTaHaRi : BuLan)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar