Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (Bayangan PENCIPTA seperti BuLan dengan MaTaHaRi : BuLan)

Ringkasan Khotbah : 2 Juli 2004
Bayangan PENCIPTA seperti BuLan dengan MaTaHaRi : BuLan
Pengkhotbah : Ev. Jeane Obadja
Pada minggu lalu ketika kita berbicara mengenai Pen-Cipta-An, salah satu poin penting yang kita pelajari adalah kita dituntut untuk semakin lama untuk semakin serupa dengan Dia. Di dalam bahasa Yunani, kata “serupa” sebenarnya dapat diartikan menjadi icon, yaitu yang dikenal orang menjadi simbol dari sesuatu atau seseorang. Contoh yang sederhana adalah sebagian besar dari kita mungkin setuju bahwa icon dari musik dangdut adalah Inul. Setiap negara bagian di Amerika juga memiliki uang logam yang menjadi icon dari negara bagian tersebut. Jadi Hawaii memiliki uang logam yang berbeda dengan Illinois. Dan yang unik, uang tersebut berlaku lintas negara bagian sehingga orang Hawaii tetap bisa menggunakan uangnya di Illinois. Yesus mengajarkan kepada bahwa kita harus menyerahkan koin-koin yang kita miliki kepada siapa yang gambarnya berada di koin-koin tersebut. Berarti icon-nya kaisar harus diserahkan kepada kaisar.
Bagaimana dengan diri kita? Bila kita mengaku bahwa kita adalah image atau icon dari Tuhan, maka serahkanlah semua apa yang seharusnya menjadi milik-Nya, yaitu diri kita, seluruh hidup kita. Jadi yang seharusnya kita tanyakan bukan berapa tetapi apa yang akan kita berikan? Pernahkah kita memberikan hidup kita sendiri kepada-Nya sebelum kita memberikan yang lain? Kalau kita memahami ini maka kita tidak akan bingung dan berdebat panjang lebar masalah perpuluhan. Orang kalau sudah memberikan hidupnya, dia tidak akan bertanya lagi perpuluhan mau memberi berapa persen karena dia sudah memberikan seratus persen.
Terdapat sorang wanita yang menceritakan tentang kisah hidupnya lewat radio. Selama dua tahun terakhir dia mengalami banyak musibah dan yang baru meng­hantam dia adalah kematian suaminya ketika dalam perjalanan kembali dari luar angkasa. Suaminya meninggal karena pesawat yang ditumpanginya meledak ketika memasuki atmosfer bumi sehingga suaminya tidak pernah kembali. Dan ketika anak-anaknya bertanya ada apa dengan ayahnya, dia menjawabnya tidak tahu walupun dia mengetahuinya. Tetapi di dalam keadaan seperti itu, dia mengatakan bahwa dirinya cuma bisa berpegang pada janji Tuhan, yaitu: apapun yang Tuhan inginkan dan rencanakan, pasti itulah yang terbaik bagi dirinya walaupun dia tidak mengerti. Walaupun semua rencana dan pesta yang akan diadakan menjadi batal tetapi toh kita tetap tidak bisa menganggap bahwa ada kecelakaan yang Tuhan tidak me­nge­tahui­nya. Tuhan pasti tahu dan juga pasti bisa berbuat sesuatu. Inilah yang hendak kita bicarakan, bahwa segala sesuatu terjadi bukan kebetulan.
Di dalam Alkitab banyak sekali contoh tentang lahir yang normal, yang kecelakaan, dan yang cacat ternyata bukanlah kebetulan. Salah satunya adalah cerita yang cukup terkenal, yaitu tentang seorang anak yang buta sejak lahirnya dan itu membuat murid-murid Yesus bertanya siapakah yang bersalah. Mungkin pengalaman kita juga sama dengan murid-murid Yesus, apabila ada sesuatu yang tidak enak dan yang tidak menyenangkan hati terjadi pada diri kita ataupun pada orang lain, kita selalu mencari-cari siapa yang berdosa. Padahal Yesus mengatakan bahwa apa yang terjadi itu adalah rencana Allah karena ada pekerjaan-pekerjaan-Nya yang justru harus dinyatakan melalui dirinya ketika masih buta. Jadi jelas bahwa di dalam orang-orang tertentu Tuhan tidak memberikan kenormalan untuk menjadi saluran Tuhan, yang lebih penting adalah adanya hidup dan orang tersebut benar-benar mensyukuri atas apapun yang telah diterimanya. Jangan melihat segala sesuatu dari apa yang disenangi oleh pihak mayoritas sehingga kita tidak menghancurkan fisik dan jati diri kita sendiri dengan berbagai macam operasi plastik.
Kenapa banyak orang merasa tidak puas dengan dirinya sendiri? Karena jelas dia tidak mengerti dan mengenal Pencipta, dia tidak tahu kenapa dia diciptakan seperti itu, dan dia tidak tahu bahwa apa yang ada pada dirinya bukanlah kebetulan! Ingat­kah kita pada kisah mengenai Zakheus? Zakheus penuh dengan kelemahan dan seharus­nya dia merasa malu sampai harus memanjat pohon, ketahuan orang lagi. Tetapi di dalam cerita itu kita bisa belajar bahwa ternyata Tuhan justru lebih memperhatikan orang-orang yang istimewa seperti Zakheus. Oleh sebab itu jangan­lah menyebut orang dengan istilah “Penyandang ....” atau “Tuna ....”, tetapi sebutlah ia sebagai orang yang istimewa. Dia istimewa karena berbeda dari yang mayoritas dan perbedaan itu seringkali justru membuat dia lebih hebat dari yang mayoritas. Apa sebab? Karena dia kembali kepada Tuhan dan menerima dirinya sendiri sebagai seorang yang cacat baik itu sejak lahir, karena perang, ataupun karena kecelakaan (secara manusiawi) dan dia berusaha mengembangkan dirinya sendiri. Bila di satu pihak ada orang-orang yang merasa minder, maka di pihak lain juga ada orang-orang yang tidak puas dengan menjadi manusia tetapi ingin menjadi tuhan. Semua rencana Tuhan bagi dirinya selalu dianggap kurang baik sehingga dia terus melawan-Nya sambil berpikir itulah yang terbaik. Sifat seperti ini sudah nampak sejak Adam dan hawa, mereka merasa tidak cukup menjadi copy tetapi ingin menjadi master. Akibatnya, manusia masuk ke dalam dosa dan berpikir kalau perbuatan baik dapat menebus dosa-dosanya. Tidak ada satupun perbuatan baik yang bisa menyelamatkan manusia dari hukuman Tuhan!  Ketika Tuhan menciptakan manusia demi manusia, Dia menginginkan agar kita menguasai, memelihara, dan mengem­bang­kan bumi ini, tetapi yang manusia lupa bahwa ada Pencipta yang menuntut dan yang menghakimi mereka. Dan yang disebut sebagai mereka itu bukan sekadar orang-orang percaya saja tetapi juga termasuk orang-orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
Ingatkah kita bahwa rencana Tuhan bersifat totalitas? Bersifat totalitas artinya mencakup semua kehidupan kita termasuk sejak kita masih berada di dalam kandungan ibu. Salah satu contohnya adalah kisah mengenai Esau dan Yakub. Walaupun Yakub berusaha keras ingin lahir lebih dahulu, tetapi Tuhan menginginkan Esau menjadi yang sulung. Sesudah lahirpun Yakub masih mengejar hak sulung dan untuk itu dia berani menipu. Sayangnya, yang sulung justru tidak merasa penting menjadi sulung sehingga seringkali yang bungsu mengambil alih peran yang sulung. Begitu pula dengan Efraim, kisah anak yang hilang, mereka adalah anak-anak bungsu yang “menjadi” sulung. Tetapi, Tuhan senantiasa meminta segala sesuatu yang sulung. Itu sebabnya kita juga harus bersiap hati apabila suatu waktu Tuhan meminta anak sulung dari hasil pernikahan kita untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu. Persembahan sulung merupakan persembahan yang paling baik karena itulah yang pertama kali kita terima dan kita rela mempersembahkan itu kepada Tuhan.
Selain itu, totalitas juga termasuk hidup dan mati kita. Contohnya adalah kisah tentang Lazarus yang dibangkitkan oleh Yesus. Ketika Lazarus masih sakit, banyak sahabatnya telah meminta pertolongan kepada Yesus tetapi Dia menolaknya. Yesus dengan sengaja menunggu Lazarus mati dan setelah itu barulah Dia mem­bang­kitkannya. Apa maksudnya? Yesus melakukan perbuatan demikian karena Dia ingin menyatakan kemuliaan Allah kepada manusia. Segala sesuatu akan nampak jauh lebih baik dan indah apabila kita mau bersabar dan menunggu waktu-Nya tiba (In His time). Jadi apabila kita di dalam kesulitan dan penderitaan, marilah kita menunggu dimana Tuhan akan membuat kita sukacita tepat pada waktunya. Jangan menggambarkan hidup seperti roda yang terus berputar-putar tetapi harus seperti porosnya yang senantiasa berada di tengah-tengah. Ketika kemujuran dan kemalangan silih berganti, apakah kita semakin menjauh ataukah semakin mendekat kepada Tuhan? Apakah posisi kita tetap berada di pusat atau larut mengikuti putaran?
Kenapa Tuhan menciptakan manusia? Karena Tuhan memiliki kasih yang maha besar. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah ingin membagikan kasih-Nya kepada manusia sehingga mereka dapat mengenal-Nya. Jadi intinya adalah kasih! Allah sangat mengasihi manusia dan juga ingin agar mereka memiliki persekutuan dan ikatan yang indah dengan-Nya. Tetapi, sebuah ikatan hanya bisa didapatkan dari sebuah kasih yang sejati seperti kasih Allah kepada kita, kasih yang tidak tergantung kepada apapun juga. Apakah kita sudah menggunakan kasih seperti demikian ketika kita berhubungan dengan sesama kita? Di dalam Perjanjian Lama terdapat suatu istilah, yaitu: kovenan garam. Bagaimana kasih itu bisa diberikan kepada sesama kita sehingga kita saling mengasinkan, tidak ada yang tawar hati, tidak ada permusuhan. Tetapi ini saja tidak cukup karena Tuhan telah memberikan perintah yang baru kepada kita di dalam Perjanjian Baru, yaitu: agar kita mengasihi sesama kita seperti Tuhan mengasihi kita! Bukan seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Kasih yang sejati tidak boleh berhenti pada diri sendiri karena kita bukanlah sumber kasih. Allah adalah sumber kasih.
Apakah kita masih takut menjalani hidup ini? Tuhan telah merencanakan segala sesuatu di dalam kekekalan sehingga seharusnya kita tidak perlu takut akan masa depan kita. Kita tidak perlu takut besok kita akan menjadi apa. Kita tidak perlu takut apabila kita gagal dan tidak mengerti Firman Tuhan karena Dia sendirilah yang akan menuntun kita! Masalahnya adalah, apakah kita mau mengikuti Dia? Kehendak bebas seharus kita gunakan dengan sebaik-baiknya, bukan digunakan untuk memberontak. Jangan pikir dengan memberontak kita akan lebih bersuka cita karena suka cita yang sejati hanya ada ketika kita sudah berdamai dengan-Nya. Kita juga tidak perlu takut siapa jodoh kita. Memang kita sebagai manusia juga punya kehendak tetapi kita juga percaya bahwa rencana Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. Kalau memang Tuhan pikir kita pantas untuk mendapatkan seorang yang buruk, maukah kita? Ini mengajarkan kepada kita untuk tidak melihat penampilan luarnya saja tetapi kita harus melihat jauh di dalamnya, dirinya.
Bagaimana dengan Kekristenan di negara kita pada saat ini? Seringkali ketika seseorang sudah mendapatkan hal-hal yang enak, mereka merasa nyaman, lupa diri, dan segala sesuatu dianggap beres. Apakah harus ada bencana dan aniaya terlebih dahulu barulah kita akan sadar? Kalau kita melihat perjalanan Kekristenan di Indonesia, ternyata kita masih begitu bebas karena negara kita masih menjunjung tinggi Pancasila. Tuhan mengijinkan dan memakai Indonesia sehingga orang-orang Kristen masih bebas beragama. Tetapi selama ini, kita hampir tidak pernah meman­faatkan kesempatan yang sudah Tuhan berikan. Apakah kita menunggu dianiaya barulah kita berpikir untuk menjalankan kehendak Tuhan? Sebentar lagi akan diadakan pemilihan presiden, berdoalah agar Tuhan masih kasihan kepada kita sehingga Dia masih memberikan presiden yang baik kepada kita.
Lebih jauh lagi, Tuhan bukan hanya memiliki kehendak dan rancangan tetapi juga jalan bagi kita sehingga kita hanya tinggal taat kepada-Nya. Apakah kita senang atau tidak itu adalah urusan belakangan, yang penting rencana Tuhan adalah yang terbaik bagi semua. Oleh sebab itu, di dalam hidup kita hendaknya tidak boleh ada kekecewaandan kemarahan karena kita tahu bahwa segala sesuatu bukan kebetulan. Apa yang terjadi bukan terjadi karena ada kesalahan tetapi itulah yang harus terjadi. Beberapa perampok yang telah bertobat menceritakan bahwa sebenarnya terdapat banyak sekali rumah yang sangat tidak aman. Jadi apabila sampai saat ini rumah kita masih utuh, bersyukurlah karena itu adalah bonus dari Tuhan. Siapkah kita untuk menerima sesuatu yang tidak terduga? Dan itu pasti bukan kebetulan sehingga kita tidak boleh marah dan putus asa. Cobalah untuk mengerti rancangan Tuhan, bukan rancangan diri kita sendiri. Amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar