Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (Empiricism: Inevitable Experience)

Ringkasan Khotbah : 19 Maret 2004
Empiricism: Inevitable Experience
Nats: Kis 9:1-9
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno

Pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang adalah suatu hal yang bersifat subjektif sehingga semua pengalaman tersebut tidak boleh digunakan untuk membangun kebenaran karena kebenaran harus bersifat objektif. Pengalaman boleh berbeda tetapi kebenaran hanya boleh ada satu. Kalau kita berani membangun kebenaran berdasarkan pengalaman, maka kebenaran tersebut pasti berubah menjadi kebenaran yang subjektif. Artinya, hanya diri kita sendiri yang menganggapnya benar sedangkan orang lain belum tentu beranggapan demikian. Dan kebenaran semacam itu bukanlah kebenaran melainkan ketidak benaran.
Lebih jauh lagi, ada beberapa pengalaman yang tidak dapat kita hindari selama kita hidup sehingga kalau setiap pengalaman yang sifatnya unik tersebut digunakan untuk membangun kebenaran, dunia ini pasti akan menjadi hancur berantakan karena setiap orang tidak peduli dengan apapun, termasuk Firman Tuhan. Memang ada pengalaman yang terjadi karena konsekwensi dari tindakan kita sebelumnya, tetapi ada juga pengalaman yang mau tidak mau kita harus mengalaminya.
Ketika kita melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki, terdapat satu pengalaman yang tidak dapat kita hindari, yaitu: kaki kita akan terluka. Tetapi apakah benar tidak dapat kita hindari? Pengalaman kaki terluka itu sendiri memang tidak terelakkan, tetapi keputusan berjalan kaki adalah suatu pilihan bagi kita. Kita bisa saja memilih untuk menggunakan taksi atau bus, dan kaki kita tidak akan terluka. Berarti pengalaman kita pada hari itu bukanlah pengalaman yang tak terelakkan tetapi akibat dari keputusan kita. Maka pada waktu itu yang dipermasalahkan bukan akibatnya tetapi penyebabnya. Kita perlu belajar untuk melihat dan berani menanggung resiko dari setiap keputusan kita.
Tetapi pada malam hari ini bukan pengalaman demikian yang akan kita lihat tetapi pengalaman yang datangnya sama sekali tak terduga dan diluar perhitungan kita. Bagian ayat Alkitab yang kita baca pada saat ini merupakan pengalaman yang benar-benar tidak terelakkan. Paulus berulang kali berusaha untuk menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen dan pada waktu itupun dia ingin mengulangi pengalaman tersebut. Bahkan di dalam beberapa aspek, pengalaman itu telah berjalan karena pada waktu itu Paulus hampir sampai ke kota Damsyik. Namun terdapat satu hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Tuhan menginterupsi hidupnya.
Cerita di atas membuktikan bahwa ternyata ada pengalaman yang bisa terjadi bukan karena tindakan kita sebelumnya atau akibat dari keputusan kita, sehingga mau tidak mau kita harus menghadapinya. Maka untuk menghadapi pengalaman yang benar-benar tak terelakkan, kita perlu mengetahui penyebabnya sehingga kita bisa memberikan reaksi yang tepat. Secara manusiawi terdapat 2 penyebab, yaitu: pertama, kondisi atau situasi. Contohnya: ketika kita tengah mengendarai sebuah mobil, terdapat gunung es yang longsor dan mengakibatkan semua jalan mendadak tertutup oleh es. Bongkahan es yang begitu besar menyebabkan kita tidak bisa bergerak sama sekali sehingga akhirnya semua urusan kita menjadi tertunda. Penyebab kedua adalah orang lain. Contohnya: ada seorang sopir truk yang sedang bertugas dalam keadaan mabuk dan tiba-tiba dia menabrak kendaraan kita. Padahal kita sudah berhati-hati tetapi orang lain yang membuat kita kesusahan.
Tetapi secara non manusiawi juga terdapat 2 penyebab, yaitu: pertama, iblis yang mencobai kita. Iblis sangat suka mengganggu kita sampai iman kita tergoncang. Contohnya adalah kisah Ayub dan isterinya. Iblis terus-menerus mencobai Ayub agar imannya tergoncang, tetapi yang tergoncang malah iman isterinya. Penderitaan dan kemiskinan telah membuat isterinya Ayub salah memberikan respon kepada Tuhan. Jangan sampai kita seperti isterinya Ayub. Walaupun kita orang yang paling saleh di seluruh dunia, bukan berarti iblis tidak akan pernah mencobai kita. Bayangkan kalau iblis mencobai kita dengan penyakit yang mematikan, apakah itu akan menjadi alasan bagi kita untuk mencari kesembuhan kepada dukun? Celakalah dirimu kalau engkau menganggap dukun lebih hebat dari Tuhan.
Penyebab yang keempat adalah campur tangan Tuhan. Dan inilah yang terjadi kepada Paulus. Kalau kita bisa membeda-bedakan pengalaman kita sendiri, maka respon kita kepada Tuhan pasti tepat dan kita tidak akan asal-asalan emosi dan memaki-maki orang, apalagi kalau pengalaman itu adalah pengalaman yang kontroversial. Artinya, pengalaman yang terjadi itu tidak selaras dengan pikiran kita selama ini. Tetapi sebaliknya, apabila pengalaman yang terjadi selaras dengan pikiran kita, terkadang makna di balik pengalaman itu akan terlewatkan oleh pikiran kita. Bagi orang dunia, Injil adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Sedangkan bagi orang Kristen, pengalaman dunia adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Kalau kita benar-benar seorang Kristen, semakin lama pengalaman-pengalaman Kristen seharusnya semakin selaras dengan pikiran kita. Yang berbahaya adalah kalau kita terlalu terbiasa dengan pengalaman yang selaras, kita akan menjadi cuek. Semua pengalaman yang Tuhan ijinkan kepada kita sudah tidak bermakna di dalam hati kita. Dan kebanyakan justru inilah yang terjadi pada diri kita.
Pengalaman yang merupakan konsekwensi dari keputusan kita sebelumnya tidak memiliki nilai yang begitu besar karena kita mengerti kenapa itu terjadi. Kalau seorang pencuri tertangkap basah dan dipenjara, maka pengalaman penjara itu bukanlah hal yang berarti karena dia sudah mengerti kenapa dia dipenjara. Tetapi berbeda dengan inevitable experience. Pengalaman yang tak terduga sama sekali memiliki nilai yang begitu besar karena ada kemungkinan Tuhan sedang berbicara kepada kita. Tetapi masalahnya kita sangat sulit menganggap sebuah pengalaman yang selaras dengan pikiran kita sebagai inevitable experience. Kalau kita mendengarkan kesaksian yang sering terjadi, hampir semua orang selalu menceritakan bagaimana susahnya dulu dan kemudian tiba-tiba mendapatkan berkat dari Tuhan menjadi sembuh, kaya, dll. Jarang sekali ada orang yang menceritakan bagaimana Tuhan sudah memberikan berkat di sepanjang hidupnya walaupun dia merasa tidak pantas menerimanya. Orang seperti ini bukan ribut dapat berkat tetapi ribut bagaimana menggunakan berkat yang sudah ada semaksimal mungkin untuk Tuhan dan orang lain.
Sebelum Tuhan berbicara kepada Paulus, dia pikir bahwa apa yang dilakukannya selama ini cocok dengan pikiran Tuhan. Tetapi peristiwa di tengah jalan itu membuat seluruh pikirannya terkoreksi. Begitu pula dengan kita. Kita pikir selama ini kita sudah mengikuti jalan Tuhan, kita sudah cukup berjuang dan melayani Tuhan. Marilah pada hari ini kita kembali menguji semua itu. Kita harus bertanya, siapakah kita? Ada begitu banyak pengalaman yang terjadi, tetapi bagaimanakah tindakan kita selanjutnya? Keunikan apa yang terdapat pada inevitable experience?
Pertama, inevitable experience selalu bersifat personal. Ketika kita sedang berada di dalam bus bersama dengan banyak orang, tiba-tiba bus tersebut kecelakaan. Maka pengalaman kecelakaan tersebut dialami oleh semua penumpang, termasuk kita. Tetapi, pengalaman yang kita alami tersebut adalah tetap pengalaman pribadi kita. Demikian pula dengan apa yang dialami oleh Paulus. Ketika Tuhan berbicara beserta dengan cahaya yang sangat menyilaukan, hanya Paulus yang mengerti dan buta matanya. Walaupun banyak orang yang menyertai Paulus, tetapi mereka semua tidak mendengar dan melihat dengan jelas seperti Paulus. Itu sebabnya mereka menjadi bingung dan tidak buta. Kelihatannya banyak orang yang melihat dan mendengar, tetapi kenyataannya hanya Paulus yang mau dipakai oleh Tuhan. Dari sini kita baru sadar bahwa kita perlu menguji setiap inevitable experience dan bertanya apakah kehendak Tuhan? Walaupun mungkin yang campur tangan adalah iblis, tetapi di belakang itu pasti ada rencana Tuhan.
Kedua, kalau pengalaman itu terjadi pada anak Tuhan yang sejati, maka di dalamnya Tuhan mau bekerja di dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan. Oleh sebab itu, kita harus dapat melihat setiap pengalaman secara positif. Ketika matanya Paulus buta, ternyata hatinya justru tercelik. Apa yang selama ini dianggapnya sebagai kehebatan dan kebanggaan berubah menjadi sampah dan dosa. Seluruh rencana dan kekuatan hidupnya dihancurkan oleh Tuhan, tetapi setelah itu dia sadar bahwa Tuhan memiliki rencana dan kekuatan yang lebih besar. Apakah kita rela masuk ke dalam pengalaman seperti ini? Apakah kita rela semua rencana dan pengalaman kita diinterupsi oleh Tuhan? Kalau kita melulu hanya menjalankan rencana kita saja, maka kita tidak akan pernah memiliki pengalaman yang besar bersama Tuhan karena kita tidak pernah mengijinkan Dia masuk ke dalam hidup kita.
Setelah matanya Paulus sembuh, secara pikiran manusia terdapat kemungkinan kalau Paulus tetap tidak bertobat bahkan mungkin malah semakin kejam karena Tuhan sudah menghancurkan dia. Begitu juga dengan kita, terkadang Tuhan bisa menghancurkan total seluruh studi dan profesi kita agar kita  bisa dibentuk oleh-Nya. Dan untuk melihat hikmat seperti ini diperlukan kepekaan dan kerelaan hati yang sangat besar sehingga kita mengerti maksud Tuhan dan rela berkorban mengikuti pimpinan-Nya. Jangan sampai kita seperti orang dunia yang kalau diberitahu kebenaran bukannya sadar dan bertobat tetapi malah marah-marah sampai mau pukul orang. Bersikap seperti ini memang sangat susah, tetapi inilah salah satu cara Tuhan bekerja untuk merubah kita.
Ketiga, inevitable experience bersifat progresif. Artinya, kalau kita semakin teliti melihat pengalaman-pengalaman yang sangat unik, maka kita akan semakin mengenal Allah dengan jelas. Kalau setiap rencana kita pribadi selalu tergenapi, maka kita tidak akan pernah mengetahuinya apakah itu rencana Tuhan atau tidak karena itu adalah hal yang sangat logis. Dengan segala kelakuan jahatnya Paulus bertujuan ingin semakin mengenal dan melayani Tuhan, hanya caranya yang salah. Tetapi kalau kita bandingkan semangat orang-orang Kristen zaman sekarang dengan semangat Paulus bahkan sebelum dia bertobat, Paulus jauh lebih giat. Apalagi dibandingkan dengan setelah dia bertobat. Sebelum bertobat, Paulus sangat giat melayani “Tuhan”. Tetapi setelah bertobat, dia jauh lebih giat dari sebelumnya. Kenapa ini terjadi? Karena dia semakin mengenal Tuhan. Berulang kali Tuhan menginterupsi jalan hidupnya dan itu membuat dirinya semakin mengenal Tuhan. Dan bukan hanya itu, tetapi dia juga semakin taat kepada Tuhan
Memang sangat baik kalau kita berusaha mengenal Tuhan dengan membaca buku-buku teologi. Tetapi kalau kita hanya mengandalkan itu saja, kita hanya akan mengenal Tuhan sebatas teori. Tuhan yang berpribadi sama sekali belum menyentuh hati kita. Dan pengenalan yang demikian dangkal tidak akan merubah hidup kita. Inevitable experience hanya bisa membuat kita semakin megenal Allah ketika kita dapat merasakannya sebagai pengalaman pribadi dan dapat melihatnya secara positif. Sebagai pemuda-pemudi, kita masih memiliki waktu yang panjang. Dan waktu yang panjang itu pasti disusun dengan untaian pengalaman demi pengalaman. Kalau kita bisa teliti dan belajar dari setiap pengalaman itu, maka hidup kita akan sangat kaya karena di balik setiap pengalaman itu ada berkat Tuhan untuk kita. Amin.

Diposting OLeh : eki kawamasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar