Ringkasan Khotbah : 19 Maret 2004 |
|
||
Empiricism:
Inevitable Experience
|
|||
Nats: Kis 9:1-9
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno
|
|||
Pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang
adalah suatu hal yang bersifat subjektif sehingga semua pengalaman tersebut
tidak boleh digunakan untuk membangun kebenaran karena kebenaran harus
bersifat objektif. Pengalaman boleh berbeda tetapi kebenaran hanya boleh ada
satu. Kalau kita berani membangun kebenaran berdasarkan pengalaman, maka
kebenaran tersebut pasti berubah menjadi kebenaran yang subjektif. Artinya,
hanya diri kita sendiri yang menganggapnya benar sedangkan orang lain belum
tentu beranggapan demikian. Dan kebenaran semacam itu bukanlah kebenaran
melainkan ketidak benaran.
Lebih jauh lagi, ada beberapa pengalaman yang
tidak dapat kita hindari selama kita hidup sehingga kalau setiap pengalaman
yang sifatnya unik tersebut digunakan untuk membangun kebenaran, dunia ini
pasti akan menjadi hancur berantakan karena setiap orang tidak peduli dengan
apapun, termasuk Firman Tuhan. Memang ada pengalaman yang terjadi karena
konsekwensi dari tindakan kita sebelumnya, tetapi ada juga pengalaman yang
mau tidak mau kita harus mengalaminya.
Ketika kita melakukan perjalanan panjang dengan
berjalan kaki, terdapat satu pengalaman yang tidak dapat kita hindari,
yaitu: kaki kita akan terluka. Tetapi apakah benar tidak dapat kita hindari?
Pengalaman kaki terluka itu sendiri memang tidak terelakkan, tetapi
keputusan berjalan kaki adalah suatu pilihan bagi kita. Kita bisa saja
memilih untuk menggunakan taksi atau bus, dan kaki kita tidak akan terluka.
Berarti pengalaman kita pada hari itu bukanlah pengalaman yang tak
terelakkan tetapi akibat dari keputusan kita. Maka pada waktu itu yang
dipermasalahkan bukan akibatnya tetapi penyebabnya. Kita perlu belajar untuk
melihat dan berani menanggung resiko dari setiap keputusan kita.
Tetapi pada malam hari ini bukan pengalaman
demikian yang akan kita lihat tetapi pengalaman yang datangnya sama sekali
tak terduga dan diluar perhitungan kita. Bagian ayat Alkitab yang kita baca
pada saat ini merupakan pengalaman yang benar-benar tidak terelakkan. Paulus
berulang kali berusaha untuk menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen dan
pada waktu itupun dia ingin mengulangi pengalaman tersebut. Bahkan di dalam
beberapa aspek, pengalaman itu telah berjalan karena pada waktu itu Paulus
hampir sampai ke kota Damsyik. Namun terdapat satu hal yang sama sekali
tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Tuhan menginterupsi hidupnya.
Cerita di atas membuktikan bahwa ternyata ada
pengalaman yang bisa terjadi bukan karena tindakan kita sebelumnya atau
akibat dari keputusan kita, sehingga mau tidak mau kita harus menghadapinya.
Maka untuk menghadapi pengalaman yang benar-benar tak terelakkan, kita perlu
mengetahui penyebabnya sehingga kita bisa memberikan reaksi yang tepat.
Secara manusiawi terdapat 2 penyebab, yaitu: pertama, kondisi atau situasi.
Contohnya: ketika kita tengah mengendarai sebuah mobil, terdapat gunung es
yang longsor dan mengakibatkan semua jalan mendadak tertutup oleh es.
Bongkahan es yang begitu besar menyebabkan kita tidak bisa bergerak sama
sekali sehingga akhirnya semua urusan kita menjadi tertunda. Penyebab kedua
adalah orang lain. Contohnya: ada seorang sopir truk yang sedang bertugas
dalam keadaan mabuk dan tiba-tiba dia menabrak kendaraan kita. Padahal kita
sudah berhati-hati tetapi orang lain yang membuat kita kesusahan.
Tetapi secara non manusiawi juga terdapat 2
penyebab, yaitu: pertama, iblis yang mencobai kita. Iblis sangat suka
mengganggu kita sampai iman kita tergoncang. Contohnya adalah kisah Ayub dan
isterinya. Iblis terus-menerus mencobai Ayub agar imannya tergoncang, tetapi
yang tergoncang malah iman isterinya. Penderitaan dan kemiskinan telah
membuat isterinya Ayub salah memberikan respon kepada Tuhan. Jangan sampai
kita seperti isterinya Ayub. Walaupun kita orang yang paling saleh di
seluruh dunia, bukan berarti iblis tidak akan pernah mencobai kita.
Bayangkan kalau iblis mencobai kita dengan penyakit yang mematikan, apakah
itu akan menjadi alasan bagi kita untuk mencari kesembuhan kepada dukun?
Celakalah dirimu kalau engkau menganggap dukun lebih hebat dari Tuhan.
Penyebab yang keempat adalah campur tangan Tuhan.
Dan inilah yang terjadi kepada Paulus. Kalau kita bisa membeda-bedakan
pengalaman kita sendiri, maka respon kita kepada Tuhan pasti tepat dan kita
tidak akan asal-asalan emosi dan memaki-maki orang, apalagi kalau pengalaman
itu adalah pengalaman yang kontroversial. Artinya, pengalaman yang terjadi
itu tidak selaras dengan pikiran kita selama ini. Tetapi sebaliknya, apabila
pengalaman yang terjadi selaras dengan pikiran kita, terkadang makna di
balik pengalaman itu akan terlewatkan oleh pikiran kita. Bagi orang dunia,
Injil adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Sedangkan bagi orang
Kristen, pengalaman dunia adalah sebuah pengalaman yang kontroversial. Kalau
kita benar-benar seorang Kristen, semakin lama pengalaman-pengalaman Kristen
seharusnya semakin selaras dengan pikiran kita. Yang berbahaya adalah kalau
kita terlalu terbiasa dengan pengalaman yang selaras, kita akan menjadi cuek.
Semua pengalaman yang Tuhan ijinkan kepada kita sudah tidak bermakna di
dalam hati kita. Dan kebanyakan justru inilah yang terjadi pada diri kita.
Pengalaman yang merupakan konsekwensi dari
keputusan kita sebelumnya tidak memiliki nilai yang begitu besar karena kita
mengerti kenapa itu terjadi. Kalau seorang pencuri tertangkap basah dan
dipenjara, maka pengalaman penjara itu bukanlah hal yang berarti karena dia
sudah mengerti kenapa dia dipenjara. Tetapi berbeda dengan inevitable
experience. Pengalaman yang tak terduga sama sekali memiliki nilai yang
begitu besar karena ada kemungkinan Tuhan sedang berbicara kepada kita.
Tetapi masalahnya kita sangat sulit menganggap sebuah pengalaman yang
selaras dengan pikiran kita sebagai inevitable experience. Kalau kita
mendengarkan kesaksian yang sering terjadi, hampir semua orang selalu
menceritakan bagaimana susahnya dulu dan kemudian tiba-tiba mendapatkan
berkat dari Tuhan menjadi sembuh, kaya, dll. Jarang sekali ada orang yang
menceritakan bagaimana Tuhan sudah memberikan berkat di sepanjang hidupnya
walaupun dia merasa tidak pantas menerimanya. Orang seperti ini bukan ribut
dapat berkat tetapi ribut bagaimana menggunakan berkat yang sudah ada
semaksimal mungkin untuk Tuhan dan orang lain.
Sebelum Tuhan berbicara kepada Paulus, dia pikir
bahwa apa yang dilakukannya selama ini cocok dengan pikiran Tuhan. Tetapi
peristiwa di tengah jalan itu membuat seluruh pikirannya terkoreksi. Begitu
pula dengan kita. Kita pikir selama ini kita sudah mengikuti jalan Tuhan,
kita sudah cukup berjuang dan melayani Tuhan. Marilah pada hari ini kita
kembali menguji semua itu. Kita harus bertanya, siapakah kita? Ada begitu
banyak pengalaman yang terjadi, tetapi bagaimanakah tindakan kita
selanjutnya? Keunikan apa yang terdapat pada inevitable experience?
Pertama, inevitable experience selalu bersifat
personal. Ketika kita sedang berada di dalam bus bersama dengan banyak orang,
tiba-tiba bus tersebut kecelakaan. Maka pengalaman kecelakaan tersebut
dialami oleh semua penumpang, termasuk kita. Tetapi, pengalaman yang kita
alami tersebut adalah tetap pengalaman pribadi kita. Demikian pula dengan
apa yang dialami oleh Paulus. Ketika Tuhan berbicara beserta dengan cahaya
yang sangat menyilaukan, hanya Paulus yang mengerti dan buta matanya.
Walaupun banyak orang yang menyertai Paulus, tetapi mereka semua tidak
mendengar dan melihat dengan jelas seperti Paulus. Itu sebabnya mereka
menjadi bingung dan tidak buta. Kelihatannya banyak orang yang melihat dan
mendengar, tetapi kenyataannya hanya Paulus yang mau dipakai oleh Tuhan.
Dari sini kita baru sadar bahwa kita perlu menguji setiap inevitable
experience dan bertanya apakah kehendak Tuhan? Walaupun mungkin yang campur
tangan adalah iblis, tetapi di belakang itu pasti ada rencana Tuhan.
Kedua, kalau pengalaman itu terjadi pada anak
Tuhan yang sejati, maka di dalamnya Tuhan mau bekerja di dalam segala hal
untuk mendatangkan kebaikan. Oleh sebab itu, kita harus dapat melihat setiap
pengalaman secara positif. Ketika matanya Paulus buta, ternyata hatinya
justru tercelik. Apa yang selama ini dianggapnya sebagai kehebatan dan
kebanggaan berubah menjadi sampah dan dosa. Seluruh rencana dan kekuatan
hidupnya dihancurkan oleh Tuhan, tetapi setelah itu dia sadar bahwa Tuhan
memiliki rencana dan kekuatan yang lebih besar. Apakah kita rela masuk ke
dalam pengalaman seperti ini? Apakah kita rela semua rencana dan pengalaman
kita diinterupsi oleh Tuhan? Kalau kita melulu hanya menjalankan rencana
kita saja, maka kita tidak akan pernah memiliki pengalaman yang besar
bersama Tuhan karena kita tidak pernah mengijinkan Dia masuk ke dalam hidup
kita.
Setelah matanya Paulus sembuh, secara pikiran
manusia terdapat kemungkinan kalau Paulus tetap tidak bertobat bahkan
mungkin malah semakin kejam karena Tuhan sudah menghancurkan dia. Begitu
juga dengan kita, terkadang Tuhan bisa menghancurkan total seluruh studi dan
profesi kita agar kita bisa dibentuk oleh-Nya. Dan untuk melihat hikmat
seperti ini diperlukan kepekaan dan kerelaan hati yang sangat besar sehingga
kita mengerti maksud Tuhan dan rela berkorban mengikuti pimpinan-Nya. Jangan
sampai kita seperti orang dunia yang kalau diberitahu kebenaran bukannya
sadar dan bertobat tetapi malah marah-marah sampai mau pukul orang. Bersikap
seperti ini memang sangat susah, tetapi inilah salah satu cara Tuhan bekerja
untuk merubah kita.
Ketiga, inevitable experience bersifat progresif.
Artinya, kalau kita semakin teliti melihat pengalaman-pengalaman yang sangat
unik, maka kita akan semakin mengenal Allah dengan jelas. Kalau setiap
rencana kita pribadi selalu tergenapi, maka kita tidak akan pernah
mengetahuinya apakah itu rencana Tuhan atau tidak karena itu adalah hal yang
sangat logis. Dengan segala kelakuan jahatnya Paulus bertujuan ingin semakin
mengenal dan melayani Tuhan, hanya caranya yang salah. Tetapi kalau kita
bandingkan semangat orang-orang Kristen zaman sekarang dengan semangat
Paulus bahkan sebelum dia bertobat, Paulus jauh lebih giat. Apalagi
dibandingkan dengan setelah dia bertobat. Sebelum bertobat, Paulus sangat
giat melayani “Tuhan”. Tetapi setelah bertobat, dia jauh lebih giat dari
sebelumnya. Kenapa ini terjadi? Karena dia semakin mengenal Tuhan. Berulang
kali Tuhan menginterupsi jalan hidupnya dan itu membuat dirinya semakin
mengenal Tuhan. Dan bukan hanya itu, tetapi dia juga semakin taat kepada
Tuhan
Memang sangat baik kalau kita berusaha mengenal
Tuhan dengan membaca buku-buku teologi. Tetapi kalau kita hanya mengandalkan
itu saja, kita hanya akan mengenal Tuhan sebatas teori. Tuhan yang
berpribadi sama sekali belum menyentuh hati kita. Dan pengenalan yang
demikian dangkal tidak akan merubah hidup kita. Inevitable experience hanya
bisa membuat kita semakin megenal Allah ketika kita dapat merasakannya
sebagai pengalaman pribadi dan dapat melihatnya secara positif. Sebagai
pemuda-pemudi, kita masih memiliki waktu yang panjang. Dan waktu yang
panjang itu pasti disusun dengan untaian pengalaman demi pengalaman. Kalau
kita bisa teliti dan belajar dari setiap pengalaman itu, maka hidup kita
akan sangat kaya karena di balik setiap pengalaman itu ada berkat Tuhan
untuk kita. Amin.
Diposting OLeh : eki kawamasi
|
Jumat, 15 Juni 2012
Ringkasan Khotbah (Empiricism: Inevitable Experience)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar