Jumat, 15 Juni 2012

Ringkasan Khotbah (The Call of the Youth: God in My Social Life)

Ringkasan Khotbah : 23 Januari 2004
The Call of the Youth: God in My Social Life
Nats: Dan 9: 1, 4-10
Pengkhotbah : Pdt. Sutjipto Subeno
Pada zaman sekarang kita dapat melihat begitu banyak orang kristen yang berada di dua ekstrim, dimana ekstrim yang satu adalah sikap dan hidup yang kalang kabut dan ekstrim yang lainnya adalah sebaliknya, yaitu sangat acuh tak acuh dan skeptik. Orang yang skeptik adalah orang yang sama sekali tidak bereaksi dan tidak mau tahu dengan keadaan dunia karena yang penting bagi dirinya cuma hidupnya sendiri. Bagaimana dengan kita ? sebentar lagi kita akan menyambut Pemilu, bagaimana sikap kita ? bagaimana pula seharusnya sikap kita ? Dunia memang tambah lama tambah kacau dan absurd, tetapi apakah lantas kita boleh tidak ambil pusing sama sekali dan hanya memikirkan saudara seiman saja ? Padahal kalau kita pikirkan kembali, kita mau pikirkan atau tidak, kita tetap terkena akibatnya.
Pada hari ini kita akan belajar bagaimana Tuhan menjadi semakin nyata didalam hidup kita khususnya ketika kita berhubungan dengan orang-orang yang ada disekeliling kita. Firman Tuhan yang kita baca pada hari adalah isi daripada doa Daniel ketika bekerja di pemerintahan raja Darius di negeri Babel. Dan doa inilah yang akan kita coba pelajari tentang sikap Daniel ketika dia hidup di lingkungan yang sangat tidak nyaman bersama dengan orang-orang liar dan juga panggilannya dihadapan Tuhan.
Secara manusia, doa Daniel adalah sesuatu hal yang sangat tidak menguntungkan dan tidak cocok untuk kita lakukan karena Daniel telah melewati begitu banyak kesulitan tetapi tidak ada satupun orang Israel yang membantu dan mendukung dia kecuali tiga temannya. Bahkan ketika Daniel menghadapi tantangan kematian, tidak ada satupun yang protes ataupun sedih. Apakah mungkin orang Israel yang lain malah mentertawakan Daniel karena dianggap sok suci ? Buktinya ketika raja Darius memerintahkan rakyat untuk menyembah dia, tidak ada satupun yang dihukum karena “bandel” seperti Daniel. Setelah itu, ketika karier Daniel menjadi sukses, dia tidak seperti Esther yang mencari aman bagi dirinya sendiri. Dia tidak mengacuhkan orang-orang yang dibawah. Dia tetap peduli terhadap orang lain. Inilah jiwa Daniel. Daniel tidak pernah mengukur segala sesuatu dari segi kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri sehingga dia tidak lupa diri ketika sukses.
Kalimat yang keluar dari mulut Daniel mengingatkan dirinya akan sejarah bangsa Israel dan kebaikan Allah hingga Allah begitu murka dan menghukum bangsanya. Tetapi yang juga patut kita kagumi adalah Daniel tidak marah kepada Allah tetapi justru sadar bahwa dia dan bangsanya telah berdosa karena berulang kali memberontak. Padahal kalau kita lihat ayat-ayat dibagian awal, kelihatan sekali bahwa kadar dosa dari Daniel lebih kecil daripada orang-orang Israel yang sudah tidak peduli lagi kepada Allah. Dia berusaha keras untuk tetap beriman dan tidak mau menajiskan dirinya ketika semua orang merasa senang menajiskan diri mereka masing-masing. Mungkin menurut penilaian banyak orang, Daniel pantas untuk menyombongkan dirinya dan menyalahkan orang lain karena Allah yang sudah menghukum bangsanya. Tetapi kenyataannya Daniel sama sekali tidak egois seperti kebanyakan orang.
Ketika kita mengingat kembali kekacauan yang terjadi di daerah Poso dan Ambon, salah satu kemungkinan hal itu terjadi adalah Tuhan sedang menghukum orang-orang kristen yang ada disana karena telah mempermainkan kekristenan dan hidup berantakan. Tetapi ditengah-tengah kekacauan seperti itu, apakah tidak ada orang kristen yang baik ? pasti ada. Mirip dengan kisah Habakuk dan bangsanya yang dihukum oleh Tuhan. Habakuk adalah seorang yang baik dan setia tetapi dia tetap terkena hukuman Tuhan. Kesimpulannya ketika hukuman Tuhan datang kepada lingkungan atau negara kita, mungkin sekali kita berada di tengah-tengahnya. Sekarang pertanyaannya, bagaimana sikap kita terhadap orang lain dan juga terhadap Tuhan ? menyalahkan orang lain ? Pada hari ini kita dapat belajar beberapa aspek dari doa yang dipanjatkan oleh Daniel.
Pertama, Daniel mengerti apa itu artinya menjadi terang dan garam serta bagaimana mempraktekkan panggilan Tuhan tersebut. Menjadi terang berarti memberikan radiasi atau pengaruh tanpa menggunakan media apapun. Artinya, hanya dengan menjalani hidup secara jujur dan terbuka kita dapat memancarkan terang Tuhan Yesus kepada orang disekitar kita. Masalahnya adalah bagaimana hidup kita ? Bisakah orang-orang mengenal Tuhan Yesus lewat keseharian kita ?
Jika terang lebih bersifat pasif maka garam bersifat sangat aktif. Jika ada suatu sumber terang kita pasti dapat mengetahuinya dengan mudah dan mungkin kita dapat menghindar diri, tetapi berlawanan dengan garam. Dengan sangat mudah kita dapat mengidentifikasi apakah sebuah masakan tersebut diberi garam atau tidak, tetapi kita tidak bisa melihat garamnya dimana. Kita hanya bisa merasakannya dan kita tidak bisa menghindari rasa asin tersebut. Beginilah seharusnya orang kristen. Jika kita eksis atau tidak sama sekali tidak ada pengaruhnya, apakah kita pantas disebut orang kristen ? Ketika Tuhan menyuruh kita untuk menjadi garam tetapi kita sama sekali tidak asin, Tuhan pasti membuang dan menginjak kita karena sudah tidak ada gunanya lagi. Kita tidak menjadi garam malah menjadi pasir. Jadilah seperti Daniel. Daniel adalah seorang manusia biasa tetapi manusia biasa itu bisa memberikan pengaruh yang sangat menentukan mulai dari raja Nebukadnezar hingga raja Darius. Semua orang babel yang suka maupun yang tidak suka harus memandang dia, inilah terang. Tetapi didalam rumahnya dia begitu tulus dan rendah hati berdoa minta ampun bagi banyak orang tanpa ada satu orangpun yang mengetahuinya, inilah garam.
Selain itu Daniel juga sama sekali tidak terikat kepada harta, posisi, dan kekuasaan. Bayangkan apabila Tuhan mengabulkan doa Daniel, apakah Daniel untung ? tidak tetapi malah rugi karena kariernya yang begitu enak dibandingkan Yerusalem yang sudah hancur tinggal reruntuhan. Berbeda dengan orang-orang zaman sekarang. Ketika dibawah, mereka menyebarkan kasih dan rayuan palsu hingga mencium pantat orang hanya supaya bisa naik ke atas. Tetapi setelah berada diatas, mereka menjadi lupa diri hingga mengorbankan orang-orang yang telah mendukung ketika di bawah. Bagaimana dengan kita ? sebagai orang kristen seharusnya kita lebih meniru apa yang Daniel lakukan. Doa seperti yang Daniel lakukan bisa menjadi sulit ataupun menjadi gampang. Gampang karena tidak perlu sekolah teologi terlebih dahulu. Tetapi bisa menjadi sangat sulit apabila kita tidak mempunyai hati seperti Daniel. Hati yang peka terhadap isi hati Tuhan. Hati yang tidak egois tetapi mengerti panggilan sebagai anak Tuhan. Jangan malah menjadi orang yang paling egois dari antara orang-orang yang egois. Jangan cuma memikirkan karier, masa depan, prestasi diri sendiri tanpa peduli orang lain bahkan hingga tega menghabisi orang lain untuk mencapai semua itu. Jika di sekolah tidak ada mata pelajaran tentang rela berkorban, marilah kita belajar rela berkorban dari Tuhan Yesus.
Kedua, Daniel mampu mengkaitkan antara hidupnya, bangsanya, dan Tuhan secara nyata setiap harinya. Pikiran Daniel tidak disempitkan oleh semangat nasionalisme belaka tetapi ketika dia berdoa dan memandang ke arah Yerusalem, hal itulah yang senantiasa mengingatkan akan visinya. Panggilan masyarakat tidak bisa timbul dengan tiba-tiba dan mengerjakannya tanpa sebuah beban melainkan membutuhkan perjuangan dan strategi. Itu sebabnya Daniel bisa berdoa secara konsisten setiap hari tiga kali. Daniel mengingat akan panggilan dia sebagai anggota dari bangsa Israel. Daniel tahu bagaimana menghadapkan dirinya beserta bangsanya dihadapan Tuhan.
Gereja-gereja pada saat ini begitu ribut dengan doa Yabes tanpa belajar baik-baik. Banyak orang kristen yang mau menerima berkat melimpah seperti Yabes tanpa mau menerima penderitaan yang seperti dialami oleh Yabes. Orang kristen zaman sekarang benar-benar kurang ajar, hanya mau enaknya tanpa mau penderitaannya. Semua orang mau diberkati sepuluh kali lipat seperti Ayub tetapi menolak fakta kalau anaknya mati semua sampai masuk rumah sakit jiwa. Setiap hari hanya berdoa untuk mencari kenikmatan dan keuntungan diri sendiri. Doa yang sejati adalah doa seperti yang Tuhan Yesus ajarkan, yaitu doa Bapa Kami. Doa yang peka bagaimana kerajaan Tuhan bisa digenapkan sehingga membuat setiap orang yang berdoa mau taat penuh kepada kehendak Tuhan.
Setan sangat senang dan membutuhkan para pemuda-pemudi karena kita masih muda dan kuat tetapi cukup mudah dimanipulasi. Kalau begitu, kepada siapakah kita menyerahkan diri kita ? Tuhan tidak pernah memanggil kita untuk menjadi orang yang egois tetapi saling mengasihi. Selama kita hidup disebuah lingkungan didalam sebuah negara, itu berarti kita terlibat didalamnya. Jika negara mengeluarkan perintah baru, kita harus patuh karena kita memang terikat sebagai seorang warga negara. Kita semua memang tidak perlu jadi politikus tetapi kita harus tahu peranan kita sebagai warga negara. Terlebih lagi janganlah melihat dunia politik sebatas mata dunia tetapi lihatlah dari sudut pandang apa yang Tuhan ingin kita kerjakan. Ketika Daniel berdoa, dia tidak hanya berdoa bagi orang lain tanpa dia ikut terlibat tetapi dia juga menjadi bagian dari doanya. Dan ketika Daniel melibatkan dirinya, itu menjadikan dia mempunyai beban yang besar terhadap masa depan bangsa Israel. Demikanlah seharusnya kita. Apapun yang terjadi pada bangsa Indonesia seharusnya itu juga menjadi beban untuk melihat panggilan Tuhan terhadap diri kita dan juga bangsa kita. amin.

Diposting Oleh : eki kawamasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar